Sabtu, 18 November 2017

Foreign exposure

Foreign exposure

Foreign exposure (FE) dapat diartikan sebagai suatu risiko yang akan dihadapi oleh perusahaan sebagai akibat perubahan atau fluktuasi kurs valas. Suatu perusahaan MNC atau perusahaan yang melakukan transaksi internasional (ekspor dan impor) tentu arus kas (cash flow nya) akan terpengaruh secara langsung oleh fluktuasi kurs valas. Misalnya jika terjadi depresiasi domestic currency atau rupiah terhadap USD dan JPY, tentu beban impor akan semakin meningkat, tetapi sebaliknya penerimaan ekspor dapat pula meningkat.

Bahkan, perusahaan yang tidak melakukan transaksi internasional pun secara tidak langsung akan terpengaruh dengan fluktuasi kurs valas. Adanya perubahan kurs valas tentu akan mempengaruhi supply dan demand di dalam negeri sehingga akan berpengaruh pula pada cash flow perusahaan. Pada dasarnya, pengaruh fluktuasi kurs valas tidak hanya terjadi terhadap transaksi perusahaan, tetapi juga berpengaruh terhadap nilai sekarang (present value) dari transaksi yang dilakukan dan neraca serta laporan rugi laba perusahaan.

Secara umum, pengaruh fluktuasi kurs valas terhadap perusahaan dapat dibedakan atas tiga macam, yaitu :
1.    Transaction Exposure.
2.    Economic / Operating Exposure
3.    Translation / Accounting Exposure.

Ada juga buku yang menambahkan exposure keempat, yaitu tax exposure. Pada dasarnya tax exposure merupakan bagian dari Translation Exposure.

1.        Manajemen Transaction Exposure.
Transaction exposure diartikan sebagai risiko pengaruh fluktuasi kurs valas terhadap future cash transaction. Pengukuran risiko ini dapat dilakukan dengan 2 tahapan, yaitu sebagai berikut.

A.  Menentukan Perkiraan Neto dari Inflow dan Outflow dalam Setiap Valas.
Misal suatu perusahaan internasional memiliki dua subsidiary yang mempunyai transaksi sbb:
•   Subsidiary X mempunyai net inflow   :  USD500,000.00
•   Subsidiary Y mempunyai net outflow :  USD600,000.00
·      Konsolidasi net outflow : - USD100,000.00

Dalam hal ini, jika USD apresiasi terhadap rupiah, maka net effect nya akan merugikan perusahaan karena nilai outflow nya meningkat dan sebaliknya jika USD depresiasi terhadap rupiah, net effect nya akan menguntungkan perusahaan karena nilai outflow nya menurun jika dinilai dalam rupiah.

Perkiraan net transaction inflow dan outflow juga dilakukan oleh perusahaan MNC dengan noncentralized approach atau centralized approach. Noncentralized approach dilakukan oleh MNC dengan menetapkan masing masing subsidiary nya melakukan net transaction inflows dan outflow nya sendiri-sendiri. Akan tetapi, kebijaksanaan ini dapat menimbulkan biaya hedging yang lebih tinggi.
·         Misalnya suatu MNC memiliki subsidiary I yang mempunyai transaction inflow dari ekspor bulanannya ke Inggris sebesar GBP20 juta.
·         Subsidiary II mempunyai transaction outflows dari impor bulanannya dari supplier di Inggris sebesar GBP 20 juta.

Jika masing masing subsidiary melakukan hedging atas transaction exposure nya sendiri sendiri, tentu biaya akan lebih tinggi. Hal ini dapat terjadi karena biasanya spread antara kurs jual dan kurs beli untuk forward rate pada bank sekitar 1%. Dengan demikian, spread untuk GBP20 juta = GBP200,000 per bulan atau mencapai GBP2,4 juta per tahun.
Dalam hal ini, jika dilakukan centralized approach, tentu biaya hedging yang harus dibayar pada bank dapat dihindari atau dikurangi dan perusahaan akan menghemat biaya tersebut


B.  Menentukan Tingkat Risiko atau Exposure dari Seluruh Valas
Perusahaan yang memiliki beberapa transaction dalam berbagai valas dapat menjumlahkan seluruh hasil konversi transaksi valas ke dalam mata uang lokal atau domestic currency seperti contoh transaksi pada sebuah MNC Amerika pada Tabel 6.1 di bawah ini.


Tabel 10.1
Tingkat Risiko atau Exposure Valas

Currency
Inflow
Outflow
Netto
Range of Forex Rate
Range of Netto
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
CAD
2 M
6 M
4 M
(outflow) USD0.79-0.81
USD 3.16 M-3.24 M (outflow)
DEM
10 M
12 M

2 M
(outflow) USD0.48-0.52
USD 0.96 M-1.40 M (outflow)
FRF

100 M
60 M

40 M
(inflow) USD0.09-0.11
USD 3.60 M-4.40 M (inflow)
CHF
1 M
6 M
5 M
(outflow) USD0.56-0.64
USD 2.80 M-3.20 M (outflow)
Keterangan :  M = millions (jutaan)

Dari data/informasi di atas perlu dicatat. beberapa hal penting sebagai berikut..
·         Pada posisi di atas, net position dalam forex tidak dapat dilakukan offsetting.
·         Open position terbesar (nonoffset) adalah dalam FRF, yaitu net inflow FRF40 millions (kolom 4).
·         Dengan menggunakan kemungkinan range of forex rate untuk USD, dapat ditentukan nilai minimum dan nilai maksimum kemungkinan nilai inflow dan outflow untuk masing masing forex seperti tercantum pada kolom 6.

Transaction exposure untuk setiap forex akan ditentukan oleh :
  • Besarnya open position untuk masing masing forex,
  •  Besarnya kemungkinan range forex rate untuk suatu I periode dan forex tertentu.


Berdasarkan kemungkinan range forex rate pada kolom 5, ternyata :
1.      Risiko atau transaction exposure terbesar berdasarkan nilai open position adalah FRF, yaitu FRF4.40 millions;
2.      Transaction exposure terbesar adalah dalam CHF, yaitu USD0.56 sampai dengan USD0.64 atau sebesar USD0.08.

Forex Corelation :
Faktor penting lain yang menentukan risiko atau transaction exposure adalah forex correlation, yaitu kuat atau tidaknya hubungan antara berbagai valas atau forex.

Berdasarkan pengamatan terhadap forex correlation, dapat dikemukakan bahwa secara umum mata uang Eropa mempunyai korelasi yang kuat dan positif dengan USD. Ini berarti bahwa apabila DEM apresiasi terhadap USD, mata uang Eropa lainnya seperti FRF, CHF, dan lain lain akan apresiasi juga dengan tingkat yang relatif sama dan demikian pula sebaliknya. Nilai tukar USD terhadap CAD relatif stabil atau tetap.

Hal yang sama juga dapat diamati terhadap korelasi rupiah dengan valas hard currency pada umumnya, terutama sekali USD. Bila USD apresiasi terhadap rupiah dengan tingkat tertentu, maka JPY, DEM, FRF, dan lain lain juga akan apresiasi dengan tingkat yang relatif sama dan demikian pula sebaliknya.

P ada contoh di bawah ini akan ditunjukkan bagaimana menentukan transaction exposure dari suatu MNC USA yang memiliki beberapa transaction dalam berbagai valas.

Misalkan MNC USA mempunyai transaksi sebagai berikut:
·         Inflows FRF 40,000,000 x USD 0.10/FRF = USD 4,000,000.00

·         Outflow ke Eropa:
= USD 1,000,000.00 à DEM 2,000,000 x USD 0.50/DEM
CHF 5,000,000 x USD 0.60 CHF  = USD 3,000,000.000
Total Outflow ke Eropa USD 4,000,000.00
·         Outflow ke Kanada:
CAD 4,000,000 x USD 0.80/CAD  = USD 3,200,000.000

2.      Manajemen Economic/Operating Exposure
Economic exposure juga dapat berpengaruh terhadap perusahaan domestik yang tidak melakukan transaksi luar negeri (ekspor dan impor). Misalnya suatu perusahaan Indonesia memproduksi suatu produk dari bahan baku lokal dari produksinya hanya dipasarkan di dalam negeri atau dengan kata lain perusahaan tersebut tidak melakukan transaksi luar negeri. Walaupun demikian, cash flow perusahaan ini tetap akan terpengaruh oleh fluktuasi rupiah.

Misalnya, karena apresiasi rupiah, impor produk yang sama dari luar negeri akan meningkat disebabkan harganya relatif menjadi lebih murah. Karena adanya persaingan dari produk impor, tentu penjualan perusahaan Indonesia akan menurun. Dengan kata lain, cash flow nya akan terpengaruh karena adanya fluktuasi rupiah terhadap valas.

Bila perusahaan meminta perlindungan kepada pemerintah, misalnya dengan tariff barrier ataupun non tariff barrier maka tentu hal ini akan menjadi hambatan bagi usaha penggalakan free trade area (FTA). Oleh karena itu, dapat dikatakan juga bahwa peningkatan usaha pembentukan wilayah perdagangan / free trade juga tergantung pada stabilitas kurs valas.

Pada prinsipnya, setiap perubahan atau fluktuasi kurs valas tentu akan berpengaruh terhadap penerimaan atau revenues dan pengeluaran atau cost perusahaan.

Pengaruh perubahan / fluktuasi kurs valas ini akan tercermin pada income statement atau laporan rugi laba suatu perusahaan seperti contoh di bawah ini:

Misalkan, sebuah perusahaan Indonesia memproduksi kayu lapis untuk pasar dalam negeri dan mengekspor ke Jepang yang dinilai dalam JPY.

Diasumsikan skenario fluktuasi kurs Rp/JPY dan perkiraan penjualan dalam negeri ke Jepang sebagai berikut:

Tabel 10.2
Pengaruh Fluktuasi Kurs Rp/JPY terhadap Penjualan Dalam Negeri
Kurs JPY
Perkiraan Penjualan Dalam Negeri

Rp 20 / JPY
Rp200 juta
Rp 2l / JPY
Rp225 juta
Rp 22 / JPY
Rp250 juta






Diasumsikan pula income statement perusahaan dari pemasaran dalam negeri dan di Jepang dapat dilihat pada Tabel 10.2

Berdasarkan asumsi skenario perubahan kurs valas di atas, economic exposure yang mungkin terjadi terhadap income statement perusahaan dapat diukur sebagaimana tercantum pada skenario Tabel 10.3
Kesimpulan pokok yang dapat dicatat dari perhitungan di atas adalah bahwa setiap perubahan kurs valas akan berpengaruh terhadap present value dari cash flow atau penerimaan dan pengeluaran perusahaan, yaitu sebagai berikut.

Tabel 10.3
Income Statement

Income Dalam Negeri Jepang
Sales Rp 225 juta JPY20.0 juta

Cost of goods sold Rp 100 juta JPY10.0 juta
Gross Profit Rp 125 juta JPY10.0 juta
Operating Expenses
(Direct Cost) Rp 45 juta –
EBIT Rp 80 juta JPY10.0 juta
Interest Expenses (20%) Rp 16 juta JPY 2.0 juta
EBT Rp 64 juta JPY 8.0 juta


Tabel 10.4
Economic Exposure

Income Statement Skenario Kurs Valas
Rp20/JPY Rp21/JPY P22 Y
1. Sales Dalam Negeri Rp200 Rp225 Rp250
2. Sales di Jepang JPY10 juta Rp200 Rp210 Rp220
3. Total Sales Rp400 Rp435 Rp470
4. Cost of Goods sold
• Di Dalam Negeri Rp100 Rp100 Rp100
• Di Jepang JPY10 juta Rp200 Rp210 Rp220

5. Total Cost of Goods Sold Rp300 Rp310 Rp320
6. Gross Profit Rp100 Rp125 Rp150
7. Operating Expenses
(Direct Cost) Rp 45 Rp 45 Rp 45
8. EBIT Rp 55 Rp 80 Rp105
9. Interest Expenses
• Di Dalam Negeri Rp 16 Rp 16 Rp 16
• Di Jepang JPY1.5 juta Rp 30 Rp31.5 Rp 33
10. Total Interest Expenses Rp 46 Rp47.5 Rp 49
11. EBT Rp 9 Rp32.5 Rp 56
  •  Apresiasi rupiah dari Rp2l/JPY menjadi Rp20/JPY ternyata menyebabkan EBT menurun dari 32,5 juta rupiah menjadi 9 juta rupiah atau rugi.
  • Depresiasi rupiah dari Rp2l/JPY menjadi Rp22/JPY ternyata menyebabkan EBT meningkat dari 32,5 juta rupiah menjadi 56 juta rupiah.



3. Manajemen Translation/Accounting Exposure (T/AE).
Translation/accounting exposure diartikan sebagai risiko perubahan/fluktuasi kurs valas terhadap consolidated financial statement perusahaan. Besar atau kecilnya pengaruh translation/accounting exposure ini terhadap perusahaan internasional atau MNC tergantung dari beberapa faktor sebagai berikut :

1.      Tingkat/Kadar Pengaruh Subsidiary Luar Negeri
Dalam hal ini,, makin besar peranan suatu subsidiary MNC di luar negeri maka akan makin besar pula pengaruhnya terhadap consolidated financial statement dari MNC tersebut. Misalnya suatu MNC yang lebih banyak melakukan ekspor dari home country nya sendiri, maka pengaruh subsidiary-nya di luar negeri relatif kecil sehingga consolidated financial statement tidak terlalu terpengaruh oleh perubahan atau fluktuasi kurs valas atau dapat dikatakan bahwa translation/accounting exposure nya relatif kecil. Namun, MNC ini tetap dapat mengalami tingkat pengaruh yang besar dari transaction dan economic/operating exposure.

2.      Lokasi Foreign Subsidiary Berada
Jika subsidiary berada di negara yang kurs valasnya relatif stabil, translation/ accounting exposure ini akan relatif kecil dan demikian pula sebaliknya.

3.      Metode Akuntansi yang Digunakan.
Bagaimana metode yang digunakan untuk menilai asset dan liabilities akan menentukan tingkat translation/accounting exposure.


Berikut ini ditunjukkan contoh translation/accounting exposure yang dialami suatu MNC USA yang memiliki subsidiary di UK.


Tabel 10.5
Translation/Accounting Exposure

Tahun Pelaporan Subsidiary Earning Average Forex Rate Translation Earning
Tahun I GBP5 M USD2.40 / GBP USD12.0 M
Tahun II GBP6 M USDI.15 / GBP USD 6.9 M

Dari contoh di atas dapat dilihat bahwa meskipun pene¬rimaan subsidiary di UK meningkat 20%, yaitu dari GBP5 M menjadi GBP6 M, ternyata consolidated income statement MNC USA tersebut menurun sebesar USD5.1 M (USD12M USD6.9 M).


Hal ini dapat terjadi karena depresiasi GBP yang relatif besar, yaitu dari USD2.40/GBP menjadi GBP1.15/GBP dan bukan karena kesalahan atau kegagalan subsidiary UK,

Sebagai kesimpulan umum dari uraian beberapa macam exposure di atas, beberapa faktor penentu tingkat exposure dapat diringkaskan sebagaimana terdapat pada Tabel 10.6


Tabel 10.6
Faktor Penentu Tingkat Exposure

Type Forex Exposure Faktor Penentu Tk. Exposure
1.      Transaction Exposure • Nilai receivable/payable yang akan diterima dalam masing-masing valas.
·         Potensi Tk. fluktuasi masing-masing nilai valas.
·         Korelasi fluktuasi valas yang bersangkutan.

2.      Economic/ Operating Exposure
·         Ketiga faktor di atas
·         Dampak fluktuasi valas atas cash flow domestic currency.

3.      Translation/Accounting Exposure
·         Tk. Bisnis dari masing-masing foreign subsidiary
·         Potensi Tk. fluktuasi valas terhadap reporting currency.
·         Korelasi fluktuasi valas yang bersangkutan.



Selasa, 04 Juli 2017

Jurnal Capital Requirement


Jurnal Keuangan dan Perbankan, Vol.20, No.3 September 2016, hlm. 428–437 Terakreditasi SK. No. 040/P/2014

http://jurnal.unmer.ac.id/index.php/jkdp

STRUKTUR KEPEMILIKAN DAN CHARTER VALUE SEBAGAI PEMODERASI PENGARUH CAPITAL REQUIREMENT PADA PENGAMBILAN RISIKO BANK




I Gusti Ayu Nyoman Budiasih

Jessika Jesslyn

Anak Agung Ngurah Bagus Dwirandra

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana
Jl. P. B. Sudirman Denpasar Bali - Indonesia, Kode pos: 80113



Abstract

The objective of this research was to get empirical evidence about the effect of capital requirement on bank risk taking which is moderated by ownership structure and charter value. This research used commercial banks that listed on Bursa Efek Indonesia (BEI) in the period 2008-2014. The sample selection used purposive sampling method. The final sample amounted to 22 banks. Hypothesis testing done by multiple linear regression and moderated regression analysis (MRA). The result showed positive and significant effect of capital requirement on bank risk-taking. Moreover, the ownership structure can’t moderate the effect of capital requirement on bank risk-taking. The same condition was found that charter value was not able to moderate the effect of capital requirement on bank risk-taking.

Keywords: Capital requirement, ownership structure, charter value, bank risk taking






PENDAHULUAN

Bank sebagai lembaga yang mengemban fungsi intermediasi dihadapkan pada berbagai risiko usaha yang mesti dikelola agar mampu me-minimalisir potensi kerugian. Oleh karena itu, Bank Indonesia telah mengeluarkan peraturan sebagai pedoman manajemen risiko bank, seperti Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 11/25/ PBI/2009. Langkah ini diharapkan mampu mengon-





trol manajemen puncak dan menumbuhkan budaya prudential dalam lingkungan internal bank (Otoritas Jasa Keuangan, 2014).

Risiko merupakan potensi adanya kerugian akibat peristiwa-peristiwa tertentu yang terjadi. Pro-duk dan aktivitas bank yang makin kompleks meng-indikasikan bahwa risiko yang dihadapi makin tinggi pula (Setiawan, 2007). Pengambilan risiko dilatarbelakangi oleh keinginan memperoleh ke-




Korespondensi dengan Penulis:

I Gusti Ayu Nyoman Budiasih HP: +6281338693296, Fax: (0361) 224133

e-mail: iganbudiasih@yahoo.com




| 428 |



Struktur Kepemilikan dan Charter Value sebagai Pemoderasi Pengaruh Capital Requirement...

I Gusti Ayu Nyoman Budiasih, Jessika Jesslyn, & Anak Agung Ngurah Bagus Dwirandra



untungan yang sepadan dengan biaya yang dikeluarkan. Tindakan ini mencerminkan kemauan suatu organisasi untuk menggapai peluang yang ada dengan hasil akhir berupa keuntungan atau kerugian.

Beberapa peneliti mengemukakan bahwa besarnya pengambilan risiko bank dipengaruhi oleh regulasi yang diterapkan pemerintah (Ongena dkk., 2013; Gonzales, 2005; Repullo, 2004). Regulasi sebagai bagian dari kontrol untuk menekan konflik keagenan diharapkan dapat mendorong bank bersikap hati-hati dalam pengambilan risiko (Taswan, 2012). Regulasi perbankan dalam penelitian ini difokuskan pada kebijakan capital requirement. Capital requirement berfungsi sebagai buffer (penyangga) saat terjadi krisis yang menganggu stabilitas sistem keuangan. Selain itu, disusunnya peraturan modal ini dilatarbelakangi oleh kekhawatiran mengenai jumlah modal yang dimiliki bank kurang dari tingkat relatif optimal terhadap risiko-risiko usaha yang dihadapi bank tersebut (Awdeh dkk., 2011).

Peraturan modal yang telah dirancang sede-mikian rupa tidak sepenuhnya mampu mengurangi pengambilan risiko bank. Awdeh dkk. (2011) menemukan bahwa capital requirement berpengaruh positif pada pengambilan risiko bank. Peningkatan pengambilan risiko terjadi ketika tingkat persya-ratan modal minimum mengalami kenaikan. Ini disebabkan karena penerapan peraturan tersebut memicu penurunan expected profits dan sebagai akibatnya bank memilih berinvestasi pada aset berisiko. Hal yang serupa juga disampaikan oleh Blum (1999) bahwa capital adequacy requirement secara aktual dapat meningkatkan risiko.

Penelitian mengenai pengaruh capital re-quirement dan pengambilan risiko bank telah banyak diuji sebelumnya dan hasil yang ditemukan cukup bervariasi. Koehn dan Santomero (1980) me-nemukan bahwa peraturan modal gagal mengu-rangi probability of default bank. Kemudian, Gennotte dan Pyle (1991) menyatakan bahwa per-

aturan modal dapat meningkatkan portfolio risk dan probability of default bank. Sebaliknya, hasil pene-litian yang berbeda disampaikan oleh Konishi dan Yasuda (2004) bahwa pengimplementasian capital adequacy requirement mengurangi pengambilan risiko pada bank-bank komersial. Agoraki dkk. (2011) juga menemukan bahwa capital requirement mengurangi risiko secara umum. Selain itu, temuan penelitian yang diperoleh Berger dkk. (2014) men-jelaskan bahwa intervensi regulasi dan capital sup-port mampu menurunkan pengambilan risiko bank.

Hasil-hasil penelitian terdahulu yang tidak konsisten diduga karena ada variabel lain yang ikut berpengaruh dalam hubungan variabel bebas dengan variabel terikat. Murray (1990) menjelaskan bahwa agar dapat merekonsiliasi hasil yang saling bertentangan diperlukan pendekatan kontingensi untuk mengindentifikasi variabel lain yang ber-tindak sebagai pemoderasi. Penelitian ini meng-gunakan struktur kepemilikan dan charter value sebagai variabel pemoderasi.

Struktur kepemilikan ditentukan dari per-sentase kepemilikan saham dalam suatu per-usahaan. Sesuai dengan riset yang dilakukan oleh Laeven dan Levine (2009), struktur kepemilikan dalam penelitian ini dilihat dari perspektif share-holder. Dengan kepemilikan saham yang besar, shareholder mempunyai hak kontrol dan hak aliran kas yang besar pula (ini disebut dengan large share-holder). Large shareholder memiliki pengaruh yang signifikan pada keputusan finansial dan dapat membentuk perilaku pengambilan risiko (Paligo-rova, 2010). Bila dalam suatu bank terdapat large shareholder, dapat diperkirakan bahwa regulasi yang diberlakukan bukannya menurunkan risiko, tetapi cenderung menimbulkan peningkatan pengambilan risiko (Laeven dan Levine, 2009).

Charter value sebagai variabel pemoderasi lainnya merupakan nilai sekarang dari keuntungan masa depan yang diharapkan perusahaan. Seperti yang diungkapkan oleh Jokipii (2008), charter value dapat membantu mengurangi pengambilan risiko




| 429 |



Jurnal Keuangan dan Perbankan | KEUANGAN

Vol. 20, No.3, September 2016: 428– 437



yang berlebihan. Bank dengan charter value yang tinggi akan beroperasi lebih hati-hati dan memilih strategi bisnis yang rendah risiko untuk mengu-rangi kemungkinan penurunan charter value. Oleh karena itu, pengaruh positif capital requirement pada pengambilan risiko akan melemah dengan mening-katnya charter value yang dimiliki bank. Awalnya, ketatnya regulasi yang diterapkan akan meningkat-kan risiko bank. Namun, pengalokasian modal yang cukup besar untuk mematuhi capital require-ment menyebabkan kenaikan cash flow yang diikuti dengan peningkatan charter value sehingga bank cenderung memilih berinvestasi pada proyek yang aman (Milne dan Whalley, 2001). Pernyataan yang berbeda disampaikan oleh Hellmann dkk. (2000) bahwa tingginya capital requirement menyebabkan kenaikan cost of capital dan menurunkan return dari kegiatan lending bank. Tingkat charter value pun akan menurun dan mendorong bank untuk mengambil risiko yang lebih besar.

Penelitian ini merupakan pengembangan dari riset Laeven dan Levine (2009) yang menguji hubungan antara pengambilan risiko, struktur kepemilikan, dan regulasi bank. Penambahkan charter value sebagai variabel moderasi didasarkan dari penelitian Milne dan Whalley (2001). Di In-donesia, pengambilan risiko bank belum banyak diteliti dalam riset-riset akuntansi. Hal inilah yang mendorong dilakukannya pengujian mengenai apakah capital requirement berpengaruh pada peng-ambilan risiko bank serta bagaimana kemampuan struktur kepemilikan dan charter value dalam memoderasi pengaruh capital requirement pada pengambilan risiko bank.

HIPOTESIS

Bank Indonesia selaku otoritas pengawas menetapkan peraturan permodalan minimum (capi-tal requirement) untuk memastikan tiap-tiap bank mempunyai modal yang cukup dalam mendukung kegiatan usahanya (Indroes, 2011: 68). Gennotte

dan Pyle (1991) menjelaskan bahwa tujuan adanya capital requirement adalah untuk membatasi kemam-puan bank dalam meningkatkan pengambilan risiko. Tetapi, bank memilih untuk mengalihkan investasinya ke aset berisiko ketika regulator memperketat peraturan modal ini. Hal tersebut dikarenakan modal adalah sumber daya yang mahal dan dapat meningkatkan cost of capital. Bank diwajibkan untuk menahan modal dengan jumlah yang cukup tinggi akan terdorong mengambil risiko yang besar sebagai kompensasi atas banyak-nya biaya yang dikeluarkan. Ini didukung dengan hasil penelitian Koehn dan Santomero (1980), Blum (1999), dan Awdeh dkk. (2011) yang menunjukkan adanya pengaruh positif capital requirement pada risiko bank secara umum. Namun, temuan yang berbeda disampaikan Konishi dan Yasuda (2004), Agoraki dkk. (2011), dan Berger dkk. (2014) bahwa regulasi modal mampu menurunkan risiko bank. Berdasarkan pemaparan ini, maka disusun hipotesis sebagai berikut.

H1:     Capital requirement berpengaruh positif pada pengambilan risiko bank.

Laeven dan Levine (2009) mengemukakan bahwa struktur kepemilikan berinteraksi dengan capital regulation dalam membentuk perilaku peng-ambilan risiko bank. Large shareholder mem-pengaruhi keputusan yang diambil bank dalam menanggapi penerapan peraturan modal. Ketatnya capital requirement memungkinkan terjadinya pengambilan risiko yang berlebihan. Large share-holder mengkompensasikan hilangnya utilitas me-reka dari penerapan persyaratan modal dengan mempengaruhi pihak manajemen untuk memilih berinvestasi pada portofolio yang berisiko. Hal ini terjadi saat bank mempunyai large shareholder yang cukup kuat.

H2:    Struktur kepemilikan memperkuat pengaruh capital requirement pada pengambilan risiko bank.





| 430 |



Struktur Kepemilikan dan Charter Value sebagai Pemoderasi Pengaruh Capital Requirement...

I Gusti Ayu Nyoman Budiasih, Jessika Jesslyn, & Anak Agung Ngurah Bagus Dwirandra



Bank dengan charter value yang besar cen-derung mempertahankan nilai tersebut dan memi-lih strategi bisnis yang tidak begitu berisiko (Bigg, 2003). Pelaksanaan capital requirement memicu bank melakukan moral hazard dengan mengambil risiko yang berlebihan untuk mengimbangi cost of capital yang dikeluarkan. Di sinilah peran charter value da-lam mengurangi masalah moral hazard. Bank yang memperhitungkan charter value cenderung menu-runkan risiko demi menghindari kondisi default yang dapat memperkecil keuntungan di masa depan. Dengan demikian, charter value mengurangi pengaruh positif capital requirement terhadap pengambilan risiko (Milne dan Whalley, 2001).

H3:     Charter value memperlemah pengaruh capital requirement pada pengambilan risiko bank.

METODE

Penelitian dilakukan pada bank-bank komersial yang go public di tahun 2008-2014. Data yang digunakan berupa data sekunder yang di-dapatkan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI). Populasi penelitian yakni semua bank komersial yang listed di BEI. Penyeleksian sampel menggunakan teknik nonprobability sampling dengan pendekatan purpo-sive sampling.

Pengambilan risiko bank merupakan pilihan keputusan bisnis yang meningkatkan volatilitas keuntungan bank (De Nicolo dkk., 2010). Variabel ini diukur dengan logaritma natural dari nilai z-score yang didasarkan pada penelitian Laeven dan Levine (2009).

z-score
.........................(1)


ROA =
..........................(2)
CAR =
........(3)


σ  (ROA) = ........................(4)

Capital requirement adalah persyaratan modal minimum yang wajib dipenuhi oleh bank. Capital requirement diperoleh dari rasio Kewajiban Penye-diaan Modal Minimum (KPMM), dimana makin tinggi KPMM suatu bank maka makin baik ke-mampuan bank dalam mengantisipasi risiko yang tidak diinginkan dan sebaliknya (Taswan, 2012).

Struktur kepemilikan menunjukkan jumlah kepemilikan saham oleh insider (manajemen) serta outsider (investor). Variabel ini diukur dari persentase saham large shareholder dalam bank yang didasarkan pada penelitian Fallah dan Dolatabadi (2015).

Charter value merupakan nilai sekarang dari future profit yang diharapkan bank (Demsetz dkk., 1996). Charter value diperoleh dari rasio market-to-book-value of assets (Jokipii, 2008 dan Fisher dkk., 2001). Makin tinggi MBVA bank maka makin tinggi pula charter value yang dimilki, sebaliknya MBVA yang rendah mengindikasikan charter value yang rendah pula.


MBVA =
....(5)


Sebelum dilakukan analisis data, dilakukan pengujian model dengan asumsi klasik. Pengujian tersebut terdiri dari uji autokorelasi, uji normalitas, uji multikolinieritas, dan uji heterokesdastisitas. Analisis regresi linear berganda digunakan dalam menguji Hipotesis 1 sedangkan Hipotesis 2 dan Hipotesis 3 diuji menggunakan moderated regression analysis (MRA).

Persamaan 1:

Zit = α + β1CapReq + β2Shareholder + β3Charter + e..........
(6)

Persamaan 2:
Zit = α + β1CapReq + β2Shareholder + β3Charter + β4CapReq*
Shareholder + β5CapReq*Charter + e....................................
(7)





| 431 |



Jurnal Keuangan dan Perbankan | KEUANGAN

Vol. 20, No.3, September 2016: 428– 437



Keterangan:

                                       = konstanta

1,   2,   3,   4,   5                 = koefisien regresi

Zit                                  = pengambilan risiko pada

bank ke-i dan tahun ke-t

CapReq                         = capital requirement

Shareholder                 = large shareholder

CapReq* Shareholder = interaksi antara capital require-ment dengan struktur kepe-milikan

CapReq*Charter              = interaksi antara capital re-quirement dengan charter value

e                                     = error

HASIL

Setelah dilakukan penyeleksian sesuai kri-teria yang ditentukan, sampel akhir berjumlah 22

Tabel 2. Statistik Deskriptif


bank dengan periode penelitian 7 tahun. Total observasi adalah 154 pengamatan. Data yang telah terkumpul dideskripsikan pada hasil statistik deskriptif pada Tabel 2.

Model yang digunakan dalam menganalisis pengaruh capital requirement pada pengambilan risiko bank adalah analisis regresi linear berganda. Hasil pengolahan data disajikan pada Tabel 3.

Output regresi ditunjukkan pada kolom F

diperoleh Pvalue sebesar 0.020. Nilai Pvalue ini di bawah nilai alpha (0,05), sehingga model regresi meme-

nuhi kriteria fit model. Adjusted R Square sebesar 0,045 menunjukkan bahwa 4,5% variasi dari variabel pengambilan risiko bank dipengaruhi oleh variasi dari variabel capital requirement, struktur kepemilikan, dan charter value, sedangkan sisanya 95,5% dipengaruhi oleh variabel-variabel lain yang tidak disertakan dalam model. Transformasi data yang dilaksanakan untuk memenuhi syarat uji autokorelasi menyebabkan perubahan model regresi sebagai berikut.




Keterangan
Pengambilan risiko
Capital requirement
Struktur kepemilikan
Charter value










Maksimum
6,5623

0,4649

0,9896
1,6004

Minimum
-3,2702

0,0802

0,0487
0,8746

Rata-rata
4,4072

0,1691

0,5418
1,0874

Std. Deviasi
1,1367

0,06

0,2143
0,1415
Sumber: Data diolah, 2015





Tabel 3. Analisis Regresi Linear Berganda
















Constant
Capital requirement
Struktur
Charter value



kepemilikan









Unstandardized
B
2,132
3,811

-0,894
-0,147









Coef.
Std.
0,384
0,461

0,500
0,699


Error









Standardized
Beta

0,214

-0,142
-0,017

Coef.











Sig.


0,000
0,010

0,076
0,834

Hasil Pengujian

Diterima

-
-

Adjusted R Square



0,045



F



0,020


Sumber: Data diolah, 2015



| 432 |



Struktur Kepemilikan dan Charter Value sebagai Pemoderasi Pengaruh Capital Requirement...

I Gusti Ayu Nyoman Budiasih, Jessika Jesslyn, & Anak Agung Ngurah Bagus Dwirandra



Zt -  Zt-1 = 2,132 + 3,811(CapReqtCapReqt-1) - 0,894 (Shareholdert   -   Shareholdert-1)  -
0,147(ChartertCharter t-1)................(8)

Tabel 3 menunjukkan probability value uji 1 arah variabel capital requirement adalah 0,005 berada di bawah nilai alpha (0,05). Temuan tersebut membuktikan bahwa capital requirement berpenga-ruh pada pengambilan risiko bank secara signifi-kan. Nilai koefisien regresi sebesar 3,811 menunjuk-kan arah pengaruh variabel bebas pada variabel terikat adalah positif. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Hipotesis 1 diterima.

Hasil uji MRA disajikan dalam Tabel 4 berikut.

Pada uji F diperoleh Pvalue 0,049 di bawah nilai 0,05, sehingga model regresi memenuhi kriteria

fit model. Di samping itu, Adjusted R Square sebesar 0,040 menjelaskan 4% variasi pengambilan risiko bank dapat dijelaskan variasi variabel capital re-quirement, struktur kepemilikan, charter value, serta moderasi, sedangkan sisanya 96% dijelaskan faktor-faktor lain di luar model. Berdasarkan hasil uji MRA, disusun persamaan regresi berikut.

Zt - ñZt-1        = 1,980 + 5,899 (CapReqt - CapReqt-1) - 1,636 (Shareholdert - Shareholdert-1) + 0,456 (Chartert - Charter t-1) + 8,683 (CapReqt - CapReqt-1)* (Shareholdert - Shareholdert-1) - 7,368 (CapReqt - CapReqt-1)* (Chartert - Charter t-1)
....................................................(9)

Tabel 4. Moderated Regression Analysis (MRA)


Uji MRA menunjukkan probability value inte-raksi antara capital requirement dan struktur kepe-milikan adalah 0,305 berada di atas nilai alpha (0,05). Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa struktur kepemilikan tidak mampu memoderasi pengaruh capital requirement pada pengambilan ri-siko bank secara signifikan. Jadi, disimpulkan bah-wa Hipotesis 2 ditolak. Pada Tabel 3 diketahui bah-wa struktur kepemilikan berpengaruh pada peng-ambilan risiko bank secara signifikan. Ini dibuk-tikan dengan probability value 0,038 di bawah nilai alpha (0,05). Sesuai dengan pengelompokkan variabel moderasi yang disampaikan oleh Sharma et al. (1981) dalam Ghozali (2006:224), struktur ke-pemilikan bukanlah moderator melainkan ter-golong ke dalam prediktor.

Di samping itu, pada Tabel 4 diketahui bahwa probability value interaksi antara capital requirement dan charter value adalah 0,396 di atas nilai alpha (0,05). Temuan tersebut menunjukkan bahwa char-ter value tidak mampu memoderasi pengaruh capi-tal requirement pada pengambilan risiko bank secara signifikan. Dengan demikian, dapat ditarik kesim-pulan bahwa Hipotesis 3 ditolak. Pada Tabel 3 di-ketahui bahwa charter value tidak berpengaruh pada pengambilan risiko bank secara signifikan. Ini di-buktikan dengan probability value 0,417 berada di atas nilai alpha (0,05). Dengan demikian, charter value termasuk dalam variabel moderasi dengan tipe homologizer.






Const.
Capital req.
Struktur
Charter
CapReq*
CapReq*



kepemilikan
value
Shareholder
Charter
Unstdzd

B
1,980
5,899
-1,636
0,456
8,683
-7,368









Std.






Coef.
0,646
5,090
0,918
1,109
8,439
8,664
Error
Stdzd






Beta

0,331
-0,261
0,054
0,220
-0,305
Coef.








Sig.

0,003
0,248
0,077
0,681
0,305
0,396
Hasil Pengujian
-
-
-
Ditolak
Ditolak
Adjusted R Square


0,040




F



0,049



Sumber: Data diolah, 2015



| 433 |



Jurnal Keuangan dan Perbankan | KEUANGAN

Vol. 20, No.3, September 2016: 428– 437



PEMBAHASAN

Pada pengujian regresi linear berganda dite-mukan bahwa capital requirement berpengaruh positif pada pengambilan risiko bank secara sig-nifikan. Hal ini membuktikan bahwa Hipotesis 1 diterima. Temuan tersebut konsisten dengan pene-litian Koehn dan Santomero (1980), Blum (1999), dan Awdeh dkk. (2011) yang menyatakan bahwa penerapan capital requirement meningkatkan peng-ambilan risiko bank. Namun, hal ini bertentangan dengan hasil yang diperoleh Konishi dan Yasuda (2004), Agoraki dkk. (2011), dan Berger dkk. (2014), dimana disebutkan bahwa peraturan per-syaratan modal mampu mengurangi pengambilan risiko.

Salah satu alasan diberlakukannya capital re-quirement adalah adanya anggapan bahwa bank me-milih melakukan kegiatan berisiko tinggi demi mendapatkan profit yang besar. Ini terbukti dari beberapa penelitian yang menemukan perilaku moral hazard bank saat pemerintah menjalankan program deposit insurance (Gonzales, 2005 serta Laeven dan Levine, 2009). Pemenuhan capital re-quirement menyebabkan penambahan modal per-usahaan yang diikuti dengan meningkatnya capi-tal buffer, sehingga akan mengurangi kemungkinan bank mengalami insolvency. Stolz (2002) menje-laskan bahwa gagasan tersebut terlalu sederhana untuk dapat mengontrol besarnya risiko yang di-ambil. Bank dapat meningkatkan risiko aset me-reka dalam menanggapi kebutuhan modal yang tinggi, sehingga kemungkinan terjadi kenaikan pengambilan risiko semakin besar.

Bank Indonesia telah beberapa kali menge-luarkan peraturan mengenai kewajiban pemenu-han modal minimum. Pada ketentuan yang terbaru, bank diwajibkan menyediakan modal sesuai de-ngan profil risikonya. Kondisi ini mengharuskan bank memiliki tambahan modal untuk dapat me-menuhi regulasi tersebut. Modal sebagai sumber daya yang mahal dapat mendorong bank meng-ambil risiko yang lebih tinggi untuk menghasilkan return yang lebih besar.

Hasil uji MRA menunjukkan bahwa struk-tur kepemilikan tidak mampu memoderasi penga-ruh capital requirement pada pengambilan risiko bank, sehingga hipotesis kedua ditolak. Keber-adaan large shareholder pada bank-bank komersial yang listed di BEI tidak mempengaruhi besarnya risiko perusahaan yang diambil dalam menang-gapinya ketatnya regulasi modal. Peneliti memper-kirakan bahwa tidak didukungnya Hipotesis 2 di-sebabkan karena laporan keuangan tidak menya-jikan data yang lengkap mengenai struktur kepe-milikan perusahaan. Informasi pada laporan ke-uangan hanya menunjukkan kepemilikan langsung (imediat) dalam perusahaan, bukan dalam tingkat kepemilikan ultimat. Tidak adanya rangkaian kepe-milikan yang lengkap mengakibatkan pasar tidak dapat mengidentifikasi pola kepemilikan sesung-guhnya (Siregar, 2008). Oleh karena itu, sulit untuk mengetahui apakah large shareholder yang tertera dalam laporan keuangan adalah benar-benar pemegang saham yang memiliki hak kontrol yang besar.

Lebih lanjut lagi, keberadaan struktur kepe-milikan sebagai moderator dibantahkan setelah di-ketahui bahwa variabel ini memiliki pengaruh pada pengambilan risiko bank namun tidak berinteraksi dengan variabel capital requirement. Pernyataan tersebut didukung dari hasil uji regresi yang mem-perlihatkan bahwa struktur kepemilikan mem-pengaruhi pengambilan risiko bank secara signi-fikan. Sesuai dengan klasifikasi yang disampaikan oleh Sharma et al. (1981) dalam Ghozali (2006:224), dapat disimpulkan bahwa variabel struktur ke-pemilikan tergolong sebagai prediktor (variabel independen) dan tidak termasuk dalam jenis variabel moderasi.

Temuan penelitian ini berbeda dengan hasil riset yang didapatkan Laeven dan Levine (2009), yakni large shareholder mengkompensasikan kehilangan utilitasnya dari penerapan persyaratan modal dengan memilih berinvestasi pada porto-folio yang berisiko sehingga mereka akan mem-pengaruhi pihak manajemen untuk meningkatkan



| 434 |



Struktur Kepemilikan dan Charter Value sebagai Pemoderasi Pengaruh Capital Requirement...

I Gusti Ayu Nyoman Budiasih, Jessika Jesslyn, & Anak Agung Ngurah Bagus Dwirandra



pengambilan risiko bank. Tetapi, pada penelitian ini ditemukan bahwa large shareholder tidak dapat mengontrol pengambilan kebijakan perusahaan se-penuhnya. Walaupun pemegang saham memiliki hak kontrol yang besar, bukan berarti mereka da-pat dengan mudah mengendalikan keputusan perusahaan.

Hellmann dkk. (2000) yang menemukan bahwa charter value memperkuat pengaruh positif capital requirement pada pengambilan risiko bank. Dengan demikian, charter value bukanlah variabel yang dapat mempengaruhi besarnya risiko yang diambil bank.



Pada pengujian MRA, probability value inte-raksi antara capital requirement dan charter value yang lebih besar dari alpha (0,05) mengakibatkan hipo-tesis ketiga ditolak. Charter value tidak mampu memoderasi pengaruh capital requirement pada pengambilan risiko bank. Hal tersebut disebabkan adanya kemungkinan perusahan-perusahaan di Indonesia tidak menganggap charter value sebagai faktor yang penting untuk diperhatikan. Informasi yang terkandung dalam charter value merupakan sesuatu yang diharapkan dapat terwujud di masa depan dan bukanlah hal yang pasti. Besarnya char-ter value dapat berubah-ubah tergantung dari performa perusahaan itu sendiri. Oleh karena itu, sulit memastikan apakah charter value akan diper-timbangkan bank untuk mengambil suatu kepu-tusan, terutama dalam pengambilan risiko per-usahaan.

Selain itu, dalam uji regresi linear berganda ditemukan bahwa charter value tidak memiliki pengaruh terhadap pengambilan risiko dan tidak berinteraksi dengan capital requirement. Hal ter-sebut menandakan bahwa charter value tergolong dalam variabel moderasi (homologizer). Dalam keadaan ini, nilai residual atau error term merupa-kan fungsi variabel moderator, sehingga semakin besar nilai error term, semakin kecil kekuatan hu-bungan dari variabel independen dan variabel de-penden serta berlaku sebaliknya (Ghozali, 2006: 225).

Hasil penelitian ini berbeda dari hasil pene-litian yang disampaikan Milne dan Whalley (2001) bahwa charter value mengurangi pengambilan risiko saat capital requirement diterapkan. Selain itu, hasil pengujian hipotesis ini juga berbeda dari penelitian

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian pembahasan yang di-sampaikan sebelumnya, diperoleh kesimpulan mengenai pengaruh capital requirement pada peng-ambilan risiko bank dengan struktur kepemilikan dan charter value sebagai variabel moderasi. Capi-tal requirement berpengaruh positif pada peng-ambilan risiko bank. Hal ini menjelaskan bahwa makin ketatnya peraturan modal ini maka bank makin terdorong meningkatkan risiko yang diambil. Additional capital yang mahal menjadi insentif bagi bank untuk memilih proyek berisiko demi memperoleh keuntungan yang lebih besar.

Di samping itu, hasil pengujian MRA mem-perlihatkan bahwa struktur kepemilikan dan char-ter value tidak terbukti mempengaruhi hubungan capital requirement dengan pengambilan risiko. Struktur kepemilikan tidak mampu memoderasi pengaruh capital requirement pada pengambilan risiko bank. Hal ini menunjukkan bahwa large share-holder tidak dapat sepenuhnya mempengaruhi peri-laku pengambilan risiko perusahaan. Di sisi lain, charter value tidak mampu memoderasi pengaruh capital requirement pada pengambilan risiko bank. Hal ini berarti charter value tidak berpengaruh pada tingkat risiko yang diambil perusahaan. Bank-bank yang go public di BEI mungkin tidak terlalu mempertimbangkan charter value sebagai faktor penting yang digunakan dalam pengambilan keputusan.

SARAN

Temuan riset ini diharapkan dapat berguna bagi pihak-pihak terkait, seperti Bank Indonesia



| 435 |



Jurnal Keuangan dan Perbankan | KEUANGAN

Vol. 20, No.3, September 2016: 428– 437



(BI) serta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai tambahan informasi mengenai perilaku peng-ambilan risiko bank sehingga lembaga-lembaga ini dapat mengatur dan mengawasi sektor perbankan secara optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Agoraki, M.E., Delis, M.D., dan Pasiouras, F. 2011. Regu-lations, Competition and Bank Rrisk-Taking in Transition Countries. Journal of Financial Stability, 7: 38-65.

Awdeh, Ali, EL-Moussawi, C., dan Machrouh F. 2011. The Effect of Capital Requirements on Banking Risk. International Research Journal of Finance and Economics, 66: 133-146.

Barry, T.A., Lepetit, L., dan Tarazi, A. 2011. Ownership Structure and Risk in Publicly Held and Privately Owned Banks. Journal of Banking and Finance, 35: 1327–1340.

Berger, Allen N., Bouwman, Christa H.S., Kick, Thomas, dan Schaeck, Klaus. 2014. Bank Risk Taking and Liquidity Creation Following Regulatory Interven-tions and Capital Support. Deutsche Bundesbank Discussion Paper Series, 2: 1-44.

Bigg, Anne. 2003. Bank Charter Value and Risk Taking: Evidence from Australian Banks. MAFC Research Papers, 29: 1-41.

Blüm, J.M. 1999. Do Capital Adequacy Requirements Reduce Risks In Banking?. Journal of Banking and Finance, 23: 755–771.

Burkat, M., Gromb, D., dan Panunzi, F. 1997. Large Share-holders, Monitoring, and The Value of The Firm. Quarterly Journal of Economics, 112: 693-728.

Caprio, G., Laeven, L., dan Levine, R. 2007. Ownership and Bank Valuation. Journal of Financial Interme-diation, 16: 584-617.

Demsetz, R.S., Saidenberg, M.R., dan Strahan, P.E. 1996. Banks with Something to Lose: The Disciplinary Role of Franchise Value. FRBNY Economic Policy Review, 2: 1-14.

De Nicolo, G., Ariccia, G.D., Laeven, L., dan Valencia, F. 2010. Monetary Policy and Bank Risk Taking. IMF Staff Position Note, SPN/10/09.

Depkominfo. 2008. Memahami Krisis Keuangan Global: Bagaimana Harus Bersikap?. Jakarta: Badan Informasi Publik Departemen Komunikasi dan Informatika RI.

Derina, Ratna. 2011. “The Impact of Changes of Capital Regulations on Bank Capital and Portfolio Risk Decisions: A Case Study of Indonesian Banks” (thesis). Faculty of Professions: The University of Adelaide, Adelaide.

Fallah, R.S. dan Dolatabadi, H. R. 2015. Analysing the Effect of Large Shareholders’ Ownership on the Decisions of Block Divestiture of Shares (Case Study: Companies Listed on the Tehran Stock Ex-change). Indian Journal of Fundamental and Applied Life Sciences 2015, 5: 4872-4881.

Fisher, K., Gueyie, J., dan Ortiz, E. 2001. Risk-Taking and Charter Value of Commercial Banks’ from the NAFTA Countries. The International Journal of Fi-nance, 13: 2027-2043.

Furlong, F. T. dan Kwan, S. 2006. Sources of Bank Char-ter Value. Federal Reserve Bank of San Francisco Work-ing Paper.

Gennotte, G. dan Pyle, D. 1991. Capital Controls and Bank Risk. Journal of Banking and Finance, 15: 805-824.

Ghozali, Imam. 2006. Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Gonzalez, Francisco. 2005. Bank Regulation and Risk-Taking Incentives: An International Comparison of Bank Risk. Journal of Banking & Finance Elsevier, 29: 1153-1184.

Hellmann, T. F., Murdock, K. C., dan Stiglitz, J. E. 2000. Liberalization, Moral Hazard in Banking, and Prudential Regulation: Are Capital Requirements Enough?. American Economic Review, 90: 147-165.

Indroes, N. Ferry. 2011. Manajemen Risiko Perbankan: Pemahaman Pendekatan 3 Pilar Kesepakatan Basel II Terkait Aplikasi Regulasi dan Pelaksanaannya di In-donesia. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Jensen, M. dan Meckling, W. 1976. Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Costs, and Owner-ship Structure. Journal of Financial Economics, 3: 305-360.




| 436 |



Struktur Kepemilikan dan Charter Value sebagai Pemoderasi Pengaruh Capital Requirement...

I Gusti Ayu Nyoman Budiasih, Jessika Jesslyn, & Anak Agung Ngurah Bagus Dwirandra



Jokipii, Terhi. 2008. BHC Buffer, Risk, and Charter Value Relationships Explored. Journal of Financial Stabil-ity, 8: 1-34.

Koehn, M. dan A. M. Santomero. 1980. Regulation of Bank Capital and Portfolio Risk. Journal of Finance, 8: 1235-1244.

Konishi, M. Dan Yasuda, Y. 2004. Factors Affecting Bank Risk Taking: Evidence fron Japan. Journal of Bank-ing and Finance, 28: 215-232.

Laeven, L. dan Levine, R. 2009. Bank Governance, Regu-lation and Risk Taking. Journal of Financial Eco-nomics, 93: 259-275.

Milne, A. Dan Whalley, A. Elizabeth. 2001. Bank Capital Regulation and Incentives for Risk-Taking. Jour-nal of Economic Literature, G21: 1-54.

Mitnick, Barry. 1996. The Hazard of Agency. Working Paper, 1: 1-48

Murray, D. 1990. The Performance Effects of Participa-tive Budgeting, an Interpretation of Intervening and Moderating Variables. Behavioral Research in Accounting, 2: 104-123.

Ongena, Popov, dan Udell. 2013. When the Cat’s Away the Mice Will Play. Does Regulation at Home Af-fect Bank Risk Taking Abroad?. Journal of Financial Economics, 108: 727-750.

Otoritas Jasa Keuangan. 2014. Booklet Perbankan Indone-sia. Jakarta: Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan Otoritas Jasa Keuangan.

Paligorova, T. 2010. Corporate Risk Taking and Owner-ship Structure. Bank of Canada Working Paper, 3: 1-41.

Repullo, R. 2004. Capital Requirements, Market Power, and Risk-Taking in Banking. Journal of Financial Intermediation, 13: 156-183.

Setiawan, Dharma. 2007. Analisis Terhadap Penerapan

Manajemen Risiko Kredit Pada PT. Bank Ekspor
Indonesia. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas
Gunadarma, 5: 1-19.

Sharma, S., Durand, R., dan Gur-arie, O. 1981. Identifica-tion and Analysis of Moderator Variables. Journal of Marketing Research, 18: 291-300.

Siregar, Baldric. 2008. Ekspropiasi Pemegang Saham Minoritas Dalam Struktur Kepemilikan Ultimat. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, 11: 237-263.

Stolz, Stephanie. 2002. The Relationship between Bank Capital, Risk-Taking, and Capital Regulation: A Review of the Literature. Kiel Working Paper, 11: 1-34.

Taswan. 2012. Kepemilikan Bank dan Kepatuhan Regulasi Terhadap Risiko Perbankan yang Dimoderasi Oleh Charter Value. Jurnal Keuangan dan Perbankan, 16: 112-121.


























| 437 |


SUMBER :
http://jurnal.unmer.ac.id/index.php/jkdp/article/view/288