PENGARUH FAKTOR KEUANGAN TERHADAP
MANAJEMEN LABA DENGAN CORPORATE GOVERNANCE
SEBAGAI VARIABEL MODERATING
Rice1)
Program
Studi Akuntansi STIE Mikroskil
Jl Thamrin No. 112, 124, 144 Medan 20212
rice.lee@mikroskil.ac.id1)
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh earning power, leverage dan ukuran
perusahaan terhadap tindakan manajemen laba, dan untuk mengetahui dan
menganalisis apakah dengan penerapan good
corporate governance yaitu dengan adanya kepemilikan institusional mampu
memperkuat atau memperlemah hubungan antara variabel independen terhadap
variabel dependen. Penelitian ini dilakukan pada perusahaan yang berturut-turut
masuk dalam indeks Kompas100 yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia untuk
periode 2008-2012. Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan teknik purposive sampling, sehingga diperoleh sebanyak 27 sampel perusahaan. Metode
pengujian data yang digunakan adalah
analisis regresi linier berganda dan metode uji residual. Berdasarkan hasil
pengujian data, secara simultan, earning
power, leverage dan ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap
tindakan manajemen laba. Sedangkan secara parsial, leverage dan ukuran perusahaan yang berpengaruh negatif signifikan
terhadap tindakan manajemen laba, sedangkan earning
power tidak berpengaruh signifikan terhadap tindakan manajemen laba. Di
samping itu kepemilikan institusional
dapat dijadikan sebagai variabel moderating yang dapat memperlemah hubungan
antara variabel independen dengan variabel dependen.
Keywords: faktor
keuangan, corporate governance dan manajemen laba
1. Pendahuluan
Laporan keuangan merupakan jendela perusahaan
diharapkan dapat menyajikan informasi perusahaan yang sebenarnya. Perusahaan go public membuat laporan keuangan
berdasarkan SAK dan aturan Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) serta harus
menyesuaikan laporan keuangannya untuk menyajikan laba fiskal berdasarkan
aturan perpajakan. Dalam proses penyusunan laporan, akuntansi akrual
membutuhkan estimasi dan penilaian. Sehingga pembaca laporan keuangan mereka
setidaknya memahami bahwa laba yang disajikan lebih besar karena menggunakan
metode yang lebih agresif.
Laporan keuangan merupakan jendela perusahaan
diharapkan dapat menyajikan informasi perusahaan yang sebenarnya. Pihak manajer
merupakan pihak yang diberi kepercayaan untuk mengelola sumber daya perusahaan.
Setiap tindakan baik ataupun buruk yang diambil oleh manajer akan mempengaruhi
kondisi perusahaan. Melalui pemilihan metode akuntansi tidak jarang pihak
manajer cenderung akan mengambil tindakan yang lebih menguntungkan pihak
tertentu yang biasa disebut Manajemen Laba (Earning
Management).
Rice | JWEM STIE MIKROSKIL
|
55
|
Manajemen laba merupakan tindakan campur tangan pihak manajemen dalam
proses pelaporan keuangan eksternal dengan tujuan untuk menguntungkan diri
sendiri [1].
Beberapa peneliti telah mencoba untuk menemukan
faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi tindakan manajemen laba, seperti
Iman Santoso Chasan Doerjat (2009) [2] pernah melakukan penelitian untuk
melihat pengaruh earning power
terhadap manajemen laba. Berdasarkan hasil penelitiananya diketahui bahwa earning power berpengaruh positif
signifikan terhadap manajemen laba. Namun berbeda dengan penelitian Budi S.
Purnoma dan Puji Pratiwi (2009) [3] menyatakan bahwa earning power berpengaruh negatif terhadap praktek Manajemen Laba
namun cenderung lemah.
Selain earning
power, kondisi leverage
perusahaan juga dapat mempengaruhi tindakan manajer. Leverage merupakan suatu rasio yang digunakan untuk menilai
seberapa besar aset perusahaan yang dibiayai dengan menggunakan hutang.
Perusahaan yang lebih banyak asetnya dibiayai dengan hutang cenderung akan
melakukan tindakan menaikkan jumlah laba yang diperoleh akibat tingginya beban
bunga. Rifni Rahmadhona (2010) [4] serta Welvin I Guna dan Arleen Herawaty
(2010) [5] melakukan penelitian untuk melihat pengaruh leverage perusahaan terhadap tindakan manajer. Hasil penelitian
berhasil memperoleh bukti bahwa leverage
berpengaruh terhadap tindakan Manajemen Laba. Namun bertentangan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Achmad Zakki Saffudin dan Prasetiono (2012) [6]
yang menyatakan bahwa leverage tidak
berpengaruh terhadap praktek Manajemen Laba.
Faktor ketiga yang dapat mepengaruhi tindakan
manajemen laba yaitu ukuran perusahaan. Perusahaan yang tergolong besar pada
umumnya akan lebih transparan dalam melakukan kegiatan operasionalnya. Sehingga
dapat meminimalkan tindakan manajemen laba. Namun penelitian yang dilakukan
oleh Welvin I Guna dan Arleen Herawaty (2010) [5] serta Okta Rezika Praditia
(2010) [7] menyatakan bahwa Ukuran Perusahaan tidak berpengaruh terhadap
praktek Manajemen Laba. Namun berbeda dengan penelitian Restie Nangsaptiti
(2010) [8], Achmad Zakki Saffudin dan Prasetiono (2012) [6] yang menyatakan
Ukuran Perusahaan berpengaruh terhadap praktek Manajemen Laba.
Beberapa kasus skandal akuntansi yang terjadi baik
di Indonesia maupun di luar negeri mencerminkan bahwa masih terbuka peluang
lebar bagi pihak manajer untuk “menghias” laporan keuangannya. Oleh sebab itu,
emiten diharapkan dapat mempertimbangkan penerapan tata kelola perusahaan yang
baik melalui efektivitas kinerja dewan komisaris untuk meningkatkan nilai bagi
pemegang saham. Sehingga tata kelola perusahaan yang baik sangat diharapkan
guna meminimalkan tindakan kecurangan yang mungkin akan terjadi di dalam sebuah
perusahaan. Namun penelitian Welvin I Guna dan Arleen Herawaty (2010) [5]
justru menyatakan bahwa penerapan good
corporate governance pada perusahaan tidak membawa dampak terhadap tindakan
manajemen laba.
Berdasarkan ketidakkonsistenan hasil penelitian
terdahuluan, dan masih adanya bentrokan dengan teori yang telah ada, maka
mendorong peneliti ingin melakukan penelitian kembali untuk melihat
faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi tindakan manajemen laba dan
apakah dengan penerapan corporate
governance dapat meminimalkan tindakan manajemen laba yang ada di dalam perusahaan.
2. Tinjauan Pustaka dan
Pengembangan Hipotesis 2.1. Manajemen Laba
Schipper (1989) menyatakan bahwa manajemen laba dapat didefinisikan sebagai
“intervensi
manajemen dengan sengaja dalam proses penentuan laba, biasanya untuk memenuhi
tujuan pribadi” [1]. Manajemen laba dapat terlihat nyata apabila manajer
memilih tindakan
56 JWEM STIE MIKROSKIL | Rice
dengan konsekuensi arus kas dengan tujuan mengubah laba. Motivasi untuk
memenuhi target laba dapat membuat manajer atau perusahaan mengabaikan praktik
bisnis yang baik. Namun rekayasa laba juga tidak selalu dikaitkan dengan upaya
memanipulasi data atau informasi akuntansi, tetapi cenderung dikaitkan dengan
pemilihan metode akuntansi yang diperkenankan menurut standar akuntansi. Secara
sekilas, tampak bahwa rekayasa laba berhubungan erat dengan tingkat perolehan
laba (earnings) atau kinerja
perusahaan. Hal tersebut karena tingkat laba yang diperoleh dikaitkan dengan
kinerja manajemen [2]
Di
samping itu, terdapat 3 (tiga) jenis strategi manajemen laba, diantaranya yaitu
:
1.
Meningkatkan Laba (Increasing Income)
Perusahaan dapat melaporkan laba yang lebih tinggi
berdasarkan manajemen laba yang agresif sepanjang periode waktu yang panjang.
Selain itu, perusahaan dapat melakukan manajemen untuk meningkatkan laba selama
beberapa tahun dan kemudian membalik akrual sekaligus pada satu saat
pembebanan.
2.
“Mandi Besar” (Big
Bath)
Strategi Big
Bath atau “Mandi Besar” dilakukan melalui penghapusan (write-off) sebanyak mungkin pada satu periode. Periode yang dipilih
biasanya periode dengan kinerja yang buruk (sering kali pada masa resesi di
mana perusahaan lain juga melaporkan laba yang buruk) atau peristiwa saat
terjadi satu kejadian yang tidak biasa seperti perubahan manajemen, merger, atau restrukturisasi. Strategi “Big Bath” juga sering kali dilakukan
setelah strategi peningkatan laba pada periode sebelumnya.
3.
Perataan Laba (Income
Smoothing)
Manajer meningkatkan atau menurunkan laba yang
dilaporkan untuk mengurangi fluktuasinya. Perataan laba juga mencakup tidak
melaporkan bagian laba pada periode tertentu baik dengan menciptakan cadangan
atau “bank” laba dan kemudian
melaporkan laba ini saat periode buruk [1].
Banyaknya
insentif yang mendorong terjadinya manajemen laba, terdiri dari:
1.
Insentif Perjanjian
Perjanjian yang menggunakan angka akuntansi seperti
kompensasi manajer yang mencakup bonus berdasarkan laba yang terdiri dari batas
atas dan batas bawah. Jika laba yang belum diubah berada di antara batas atas
dan bawah, manajer memiliki insentif untuk meningkatkan laba. Sedangkan apabila
laba lebih tinggi dari batas atas atau lebih rendah dari batas bawah, manajer
memiliki insentif untuk menurunkan laba dan membuat cadangan untuk bonus masa depan.
2.
Dampak Harga Saham
Manajer dapat meningkatkan laba untuk menaikkan
harga saham perusahaan sementara sepanjang satu kejadian tertentu seperti merger yang akan dilakukan atau
penawaran surat berharga, atau rencana untuk menjual saham atau melakukan opsi.
Manajer juga melakukan perataan laba untuk menurunkan ekspektasi pasar melalui
pengungkapan sukarela yang pesimis (sebelum pengumuman) dan kemudian
meningkatkan laba untuk melampaui ekspektasi pasar.
3.
Insentif Lain
Laba sering kali diturunkan untuk menghindari biaya
politik dan penelitian yang dilakukan badan pemerintah, misalnya untuk ketaatan
Undang-Undang Antimonopoli dan Internal
Revenue Service (IRS). Selain itu,
perubahan manajemen yang menyebabkan terjadinya
“Big Bath”,
alasannya yaitu melepaskan kesalahan pada manajer yang berwenang sebagai tanda
bahwa manajer baru harus membuat keputusan tegas untuk memperbaiki perusahaan
[1].
Rice | JWEM STIE MIKROSKIL
|
57
|
2.2. Earning
Power
Earning
power mengacu pada tingkat laba
perusahaan yang diharapkan akan terjadi di
masa depan. Laba merupakan ukuran yang paling andal dan relevan untuk
tujuan penilaian [1]. Informasi laba juga dapat dipakai untuk mengestimasi
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba di masa yang akan datang
(memprediksi atau menafsirkan earning
power), menafsir risiko dalam berinvestasi, dan lain-lain [9].
Kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba tentu
saja sangat tergantung pada efisien dan efektivitas dari sumber daya yang
tersedia untuk menjalankan kegiatan operasi tersebut [10]. Perusahaan yang
memiliki laba yang relatif stabil memungkinkan untuk memprediksi besarnya
estimasi laba di masa yang akan datang dan perusahaan ini biasanya akan
membayar persentase yang lebih tinggi dari labanya sebagai deviden di
bandingkan perusahaan dengan laba berfluktuasi [10].
Profitabilitas yang berkesinambungan merupakan
jaminan utama atas kemampuan perusahaan untuk memenuhi bunga dan pokok pinjaman
jangka panjang [1]. Semakin tinggi rasio ini menunjukkan semakin tinggi
pengembalian yang dihasilkan sehingga semakin baik kinerja perusahaan [11].
2.3. Leverage
Rasio Solvabilitas atau Rasio Pengungkit (Leverage Ratio) adalah rasio yang
digunakan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jika
perusahaan tersebut dilikuidasi [4]. Persyaratan utang yang biasanya
berdasarkan rasio yang menggunakan angka akuntansi seperti laba. Oleh karena
pelanggaran syarat utang menimbulkan biaya tinggi bagi manajer, maka mereka cenderung
melakukan manajemen laba (biasanya menjadi lebih tinggi) untuk menghindari
pelanggaran tersebut [1].
Debt to
Asset Rasio (DAR) yaitu rasio total kewajiban
terhadap total aktiva. Rasio ini juga disebut
dengan Rasio Pengungkit (Leverage)
yaitu menilai batasan perusahaan dalam meminjam uang. Rasio ini menekankan
pentingnya pendanaan hutang dengan jalan menunjukkan persentase aktiva
perusahaan yang di dukung oleh hutang. Rasio ini juga menyediakan informasi
tentang kemampuan perusahaan dalam mengadaptasi kondisi pengurangan aktiva
akibat kerugian tanpa mengurangi pembayaran bunga pada kreditor. Nilai rasio
yang tinggi menunjukkan peningkatan dari risiko pada kreditor berupa
ketidakmampuan perusahaan dalam membayar semua kewajibannya dari pihak pemegang
saham, rasio yang tinggi akan mengakibatkan pembayaran bunga yang tinggi yang
pada akhirnya akan mengurangi pembayaran deviden. Untuk menilai rasio ini
faktor lain yang perlu dipertimbangkan adalah stabilitas laba perusahaan. Pada
perusahaan yang memiliki catatan laba yang stabil, peningkatan dalam hutang
lebih bisa ditoleransi dari pada perusahaan yang memiliki catatan laba yang
tidak stabil [5].
Semakin tinggi rasio tersebut semakin banyak uang
kreditur yang digunakan perusahaan untuk menghasilkan laba. Semakin tinggi
rasio hutang perusahaan maka semakin besar pengaruh keuangan perusahaan [4].
Total hutang di sini merupakan total hutang perusahaan baik hutang jangka
pendek maupun hutang jangka panjang perusahaan.
2.4. Ukuran
Perusahaan
Ukuran perusahaan dapat ditentukan dari jumlah aset
yang dimiliki, laba yang diperoleh perusahaan, dan kapasitas pasar. Semakin
besar total aktiva perusahaan, laba yang diperoleh dan kapasitas pasar
perusahaan maka semakin besar ukuran perusahaan tersebut. Watts dan Zimmerman
(1990) menyatakan bahwa ukuran (skala) perusahaan merupakan variabel penting
58 JWEM STIE MIKROSKIL | Rice
yang akan menjelaskan pemilihan metode akuntansi. Ukuran perusahaan
dapat digolongkan sebagai salah satu unsur dari lingkungan kerja yang akan
turut mempengaruhi persepsi manajemen nantinya. Pemilihan sebuah metode
akuntansi dapat dipakai sebagai alat untuk mempengaruhi nilai perusahaan [2].
Perusahaan yang memiliki ukuran
besar akan cenderung memiliki kemudahan dalam memasuki pasar modal. Hal ini
mengurangi ketergantungan dana yang dihasilkan dari dalam perusahaan dan
memungkinkan pembayaran deviden dengan tingkat yang lebih tinggi [3].
2.5. Kepemilikan Institusional
Istilah “Corporate
Governance” pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Committee, Inggris di tahun 1922 yang mengggunakan istilah
tersebut dalam laporannya yang kemudian dikenal sebagai Cadbury Report. Penerapan konsep Good Corporate Governance (GCG) merupakan salah satu upaya untuk
memulihkan kepercayaan para investor dalam institusi terkait di pasar modal.
Tujuan penerapan GCG adalah untuk meningkatkan kinerja organisasi serta
mencegah atau memperkecil peluang praktik manipulasi dan kesalahan signifikan
dalam pengelolaan kegiatan organisasi [6].
Salah satu bentuk penerapan dari Corporate Governance adalah adanya
kepemilikan perusahaan oleh pihak institusional. Corporate Governance dapat dijadikan sebagai suatu mekanisme oleh
pemegang saham dan kreditor untuk mengendalikan tindakan manajer. Mekanisme
tersebut dapat berupa mekanisme internal, yaitu struktur kepemilikan, struktur
dewan komisaris, kompensasi eksekutif, dan mekanisme eksternal, yaitu
pengendalian oleh pasar, kepemilikan institusional, dan pelaksanaan audit oleh
auditor eksternal [3].
Institusional yang berinvestasi pada saham
perusahaan akan memperoleh insentif yang besar dapat mempengaruhi dan memonitor
tindakan manajemen yang berdampak pada berkurangnya tindakan manajemen laba.
Kepemilikan institusional oleh beberapa peneliti dipercaya dapat mempengaruhi
kinerja perusahaan dan tujuan perusahaan yaitu memaksimalkan nilai perusahaan.
Perusahaan merupakan kumpulan kontrak-kontrak (perjanjian) dengan berbagai
pihak yang terlibat, seperti karyawan, pemegang saham, pemerintah, kreditor,
dan seterusnya. Akuntansi sebagai alat untuk memonitor kontrak-kontrak tersebut
[3].
Kerangka
konsep yang dibuat dalam penelitian ini adalah :
Variabel
Independen
|
Variabel
Dependen
|
||
Earning
Power (EP) (X1)
|
|||
Leverage
(LEV) (X2)
|
Manajemen Laba (EM) (Y)
|
||
Ukuran Perusahaan (X4)
Kepemilikan Institusional (Z)
Variabel
Moderating
Gambar 1. Kerangka Konseptual
Berdasarkan teori yang telah dijelaskan, maka hipotesis yang dapat
dikembangkan dalam penelitian ini adalah
Rice | JWEM STIE MIKROSKIL
|
59
|
a.
Pengaruh Earning Power terhadap tindakan
manajemen laba
Earning
power mengacu pada tingkat laba
perusahaan yang diharapkan akan terjadi di
masa depan dan sekaligus merupakan kemampuan
perusahaan dalam memperoleh laba di masa depan. Semakin tingginya jumlah laba
yang dapat diperoleh menyebabkan manajer perusahaan cenderung akan melakukan
penurunan jumlah laba yang diperoleh dengan tujuan untuk menghindari tuntutan
diperolehnya jumlah laba yang lebih banyak di masa datang.
H1a : Earning power berpengaruh negatif
terhadap manajemen laba
b.
Pengaruh Leverage terhadap tindakan manajemen
laba
Rasio Solvabilitas atau Rasio Pengungkit (Leverage Ratio) adalah rasio yang
digunakan
untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam
membayar kewajiban jika perusahaan tersebut dilikuidasi dan dapat digunakan
untuk melihat seberapa banyak aset perusahaan yang dibiayai dengan menggunakan
hutang. Semakin tingginya jumlah hutang yang digunakan untuk membiayai aset
perusahaan menyebabkan pihak perusahaan cenderung akan melakukan peningkatan
jumlah laba yang diperoleh dengan tujuan untuk memberikan kepercayaan terhadap
kreditur akan kemampuan melunasi pokok dan bunga pinjaman.
H1b : Leverage berpengaruh positif terhadap
manajemen laba
c.
Pengaruh
Ukuran Perusahaan terhadap tindakan manajemen laba
Ukuran perusahaan dapat ditentukan dari jumlah aset
yang dimiliki, laba yang diperoleh
perusahaan, dan kapasitas pasar. Semakin besar
total aset perusahaan, laba yang diperoleh dan kapasitas pasar perusahaan maka
semakin besar ukuran perusahaan tersebut. Namun dengan semakin besarnya ukuran
perusahaan, maka akan menyebabkan tanggungjawab perusahaan kepada masyarakat
juga ikut meningkat. Sehingga menyebabkan perusahaan cenderung akan menjaga
kestabilan ukuran perusahaan dari kestabilan laba yang diperoleh.
H1c :
Ukuran Perusahaan berpengaruh negatif terhadap manajemen laba
d.
Pengaruh
Kepemilikan Institusional sebagai variabel moderating
Salah
satu penerapan tata kelola perusahaan yang baik adalah dengan adanya
kepemilikan
oleh pihak institusional. Pihak institusional
merupakan pihak yang berada di luar perusahaan yang bertugas dalam membantu
pemilik mengontrol dan mengawasi tindakan manajer. Sehingga dengan semakin
banyaknya pihak institusi yang terlibat di dalam perusahaan, dapat membantu
meminimalkan tindakan manajemen laba.
H2a : Kepemilikan institusional dapat dijadikan
sebagai variabel moderating dalam memperkuat atau memperlemah hubungan antara
variabel independen terhadap variabel dependen
3. Metode Penelitian
Data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari laporan keuangan yang
diterbitkan oleh perusahaan, melalui website resmi www.idx.co.id. Adapun
definisi operasional variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
1.
Variabel Dependen (Y)
Variabel dependen yang digunakan adalah Manajemen
Laba (EM), diukur dengan menggunakan Discretionary
Accrual Model Jones Dimodifikasi
[7], dengan rumus :
1. Menentukan
nilai total akrual dengan formulasi :
TAit = NIit – CFOit
|
(1)
|
60 JWEM STIE MIKROSKIL | Rice
2.
Menentukan nilai parameter a1, a2, dan a3
menggunakan Jones Model dengan
formulasi :
TAit = a1 + a2DRevit + a3 PPEit + eit
|
(2)
|
Kemudian untuk menskalakan data, semua variabel tersebut dibagi dengan
aset tahun sebelumnya (Ait-1)
TAit/Ait-1 = a1 (1/Ait-1) + a2 (DRevit/Ait-1) + a3 (PPEit/Ait-1) + eit
|
(3)
|
3. Menghitung nilai NDA dengan formulasi :
NDAit = a1 (1/Ait-1) + a2 (DRevit/Ait-1 - DRecit/Ait-1) + a3 (PPEit/Ait-1)
|
(4)
|
4. Menentukan nilai akrual diskresioner dengan menggunakan formulasi :
DAit = TAit/Ait-1 - NDAit
|
(5)
|
2.
Variabel Independen (X)
Variabel indenependen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah faktor keuangan perusahaan, yang terdiri dari earning power, leverage dan ukuran
perusahaan.
a.
Earning power merupakan kemampuan perusahaan
dalam memperoleh laba dari besarnya jumlah
penjualan yang dilakukan.
â„Ž =
100%
b.
Leverage merupakan rasio yang digunakan
untuk mengukur seberapa besar jumlah aset
yang dibiayai dengan menggunakan kewajiban perusahaan.
= 100%
c.
Ukuran perusahaan merupakan
seberapa besar perusahaan tersebut yang dinilai dari jumlah aset yang dimiliki.
= ln( )
3.
Variabel Moderating (Z)
Variabel moderating yang digunakan dalam penelitian
ini adalah kepemilikan institusional. Kepemilikan Institusional (Z) merupakan
persentase jumlah kepemilikan saham oleh pihak institusi terhadap jumlah saham
yang beredar.
â„Ž
â„Ž = â„Ž â„Ž 100%
Adapun definisi operasional untuk masing-masing
variabel dijabarkan dalam Tabel 1 berikut ini :
Rice | JWEM STIE MIKROSKIL
|
61
|
Tabel 1. Definisi Operasional Variabel
Variabel
|
Definisi
|
Parameter
|
Pengukuran
|
|||||||||||
Dependen
|
||||||||||||||
Manajemen
|
Tindakan
|
manajer
|
perusahaan
|
Discretionary Accrual
Model
|
Rasio
|
|||||||||
Laba
|
dalam mengatur jumlah laba yang
|
Jones Dimodifikasi
|
||||||||||||
dapat diperoleh
|
||||||||||||||
Independen
|
||||||||||||||
Earning
|
Kemampuan
|
perusahaan
|
dalam
|
â„Ž
|
Rasio
|
|||||||||
Power
|
memperoleh
|
laba
dari besarnya
|
||||||||||||
jumlah penjualan yang dilakukan
|
||||||||||||||
Leverage
|
Rasio
|
yang
|
digunakan
|
untuk
|
Rasio
|
|||||||||
mengukur
|
seberapa
|
besar
|
jumlah
|
|||||||||||
aset
|
yang
|
dibiayai
|
dengan
|
|||||||||||
menggunakan
|
kewajiban
|
|||||||||||||
perusahaan
|
||||||||||||||
Ukuran
|
Seberapa besar perusahaan tersebut
|
Rasio
|
||||||||||||
Perusahaan
|
yang dinilai dari jumlah aset yang
|
Ln (Total
Asset)
|
||||||||||||
dimiliki
|
||||||||||||||
Moderating
|
||||||||||||||
Kepemilikan
|
Persentase
|
jumlah
|
kepemilikan
|
â„Ž â„Ž
|
Rasio
|
|||||||||
Institusional
|
saham oleh pihak institusi terhadap
|
|||||||||||||
â„Ž â„Ž
|
||||||||||||||
jumlah saham yang beredar
|
||||||||||||||
Penelitian ini menggunakan
perusahaan yang masuk dalam indeks Kompas100 periode 2008 sampai 2012 sebagai
populasi. Dengan teknik purposive
sampling, diperoleh jumlah sampel terakhir sebanyak 27 perusahaan. Beberapa
kriteria yang digunakan dalam pemilihan sampel yaitu perusahaan yang
berturut-turut masuk di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2008-2012 dan
tergolong dalam indeks Kompas100, perusahaan non perbankan dan non finance, perusahaan yang mempublikasikan
laporan keuangan dalam mata uang rupiah serta berakhir 31 Desember. Alasan peneliti tidak menggunakan perusahaan
yang tergolong perbankan dan finance
karena isi dari laporan keuangan kedua jenis perusahaan berbeda dengan
perusahaan sektor lainnya, sehingga tidak dapat dijadikan bahan perbandingan. Metode
analisis data yang digunakan adalah metode analisis statistik. Sedangkan untuk
melihat pengaruh dari variabel-variabel yang diteliti, peneliti menggunakan
metode analisis regresi linier berganda yang terlebih dahulu dilakukan
pengujian asumsi klasik dan untuk menguji variabel moderating digunakan metode
uji residual.
4. Hasil dan Pembahasan
Tabel 2. Statistik Deskriptif
N
|
Minimum
|
Maximum
|
Mean
|
Std.
Deviation
|
|
EM
|
135
|
-,845805
|
,395616
|
-,10879136
|
,205493759
|
EP
|
135
|
-,3800
|
,7400
|
,150444
|
,1163106
|
LEV
|
135
|
,1300
|
,8100
|
,398889
|
,1685171
|
Size
|
135
|
14,7500
|
19,0200
|
16,433185
|
,9218263
|
InstOwn
|
135
|
5,8500
|
94,8300
|
59,111333
|
19,9720042
|
Valid N (listwise)
|
135
|
Sumber : Hasil Penelitian, 2016 (Data diolah)
62 JWEM STIE MIKROSKIL | Rice
Berdasarkan Tabel 2., diketahui ada sebanyak 135
sampel data. Nilai mean EM yang
diperoleh dinyatakan kurang baik (tidak bernilai nol), hal ini berarti
perusahaan melakukan tindakan manajemen laba dengan cara menurunkan laba baik
dengan menurunkan pendapatan maupun menaikkan beban. Nilai mean EP yang diperoleh kurang baik (lebih kecil dari 3,92), artinya
perusahaan tidak mampu memperoleh laba bersih setelah pajak hanya dari total
penjualan. Nilai mean LEV yang
diperoleh dinyatakan baik (di bawah 0,50), artinya rata-rata aktiva perusahaan
sampel bukan dibiayai oleh hutang. Nilai mean
Size dinyatakan kurang baik, karena berada di bawah 0,50 dari total aktiva
berdasarkan ketentutan keputusan Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) Nomor :
KEP-196/BL/2012. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perusahaan yang dijadikan
sampel kurang transparan dalam menyajikan laporan keuangannya. Nilai mean InstOwn dinyatakan baik (lebih
besar dari 50%), artinya besarnya proporsi kepemilikan oleh pihak institusi di
luar perusahaan yang membantu melakukan pengawasan terhadap tindakan manajemen.
Hasil pengujian data sebelum transformasi
menujukkan bahwa data mengalami masalah dalam uji asumsi klasik, yaitu uji
normalitas dan uji autokorelasi tidak memenuhi syarat. Oleh sebab itu, peneliti
melakukan tindakan outlier dengan menggunakan metode ZScore, dengan mengambil
data yang berada di skala antara -3 sampai 3, sehingga jumlah data yang
diperoleh sebanyak 127, dan kemudian dilakukan pengujian asumsi klasik kembali.
Hasil pengujian data setelah transformasi diperoleh hasil bahwa tidak terjadi
permasalahan uji asumsi klasik dalam model regresi yang digunakan.
Gambar 2. Grafik Histogram Uji Normalitas Setelah
Transformasi Data
Berdasarkan Gambar 2., grafik histogram diketahui
bahwa kurva tidak menceng ke sebelah kanan maupun kiri, sehingga dapat
disimpulkan bahwa data telah terdistribusi normal. Selain menganalisis grafik
histogram, uji normalitas juga dapat diketahui dari hasil grafik Normal P-Plot,
sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 3 berikut ini :
Rice | JWEM STIE MIKROSKIL
|
63
|
Gambar 3. Grafik Normal P-Plot Uji Normalitas
Setelah Transformasi Data
Berdasarkan hasil uji normalitas pada Gambar 3
untuk Grafik P-Plot juga diketahui bahwa data yang berupa titik-titik mengikuti
garis diagonal. Sehingga dapat juga disimpulkan bahwa data berdasarkan hasil
uji P-Plot untuk uji normalitas juga sudah terdistribusi normal. Namun apabila
hanya melihat secara grafik dapat menyebabkan kesalahan dalam interprestasi,
sehingga peneliti melakukan uji normalitas dengan menganalisis secara
statistik. Hasil uji normalitas secara statistik ditunjukkan pada Tabel 3
berikut ini :
Tabel 3. Uji Normalitas Setelah Transformasi Data
Unstandardized
Residual
|
||
N
|
127
|
|
Normal Parametersa,b
|
Mean
|
,0000000
|
Std. Deviation
|
,14310926
|
|
Most Extreme
|
Absolute
|
,112
|
Differences
|
Positive
|
,064
|
Negative
|
-,112
|
|
Kolmogorov-Smirnov Z
|
1,259
|
|
Asymp. Sig. (2-tailed)
|
,084
|
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Sumber : Hasil Penelitian (2016)
Berdasarkan hasil uji normalitas secara statistik
dapat diketahui bahwa data yang digunakan dalam uji normalitas juga telah
terdistribusi normal, hal ini ditunjukkan dari nilai Asymp. Sig. yang diperoleh
telah lebih besar dari 0,05 (0,084).
64 JWEM STIE MIKROSKIL | Rice
Tabel 4. Uji Multikolinieritas Setelah Transformasi
Data
Unstandardized
|
Collinearity
|
||||
Coefficients
|
Statistics
|
Keterangan
|
|||
Model
|
B
|
Std.
Error
|
Tolerance
|
VIF
|
|
1 (Constant)
|
,544
|
,235
|
|||
EP
|
-,277
|
,167
|
,740
|
1,351
|
Tidak
Terjadi Multikolinieritas
|
LEV
|
-,191
|
,091
|
,710
|
1,408
|
Tidak Terjadi Multikolinieritas
|
Size
|
-,031
|
,015
|
,947
|
1,056
|
Tidak
Terjadi Multikolinieritas
|
a. Dependen Variable : EM
Sumber : Hasil Penelitian (2016)
Berdasarkan hasil pengujian pada Tabel 4 dapat
diketahui bahwa nilai Tolerance yang lebih besar dari 0,1, dan nilai VIF yang
diperoleh juga lebih kecil dari 10. Sehingga dapat disimpulkan bahwa data yang
digunakan dalam penelitian tidak terjadi masalah dalam uji multikolinieritas.
Setelah uji multikolinieritas,
uji asumsi klasik yang ketiga yaitu uji heteroskedastisitas. Hasil uji
Heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan menganalisis grafik dan statistik.
Analisis grafik pada uji heteroskedastisitas ditunjukkan pada Gambar 4 Grafik
Scatterplot berikut ini :
Gambar 4. Grafik Scatterplot Uji
Heteroskedastisitas Setelah Transformasi Data
Berdasarkan Grafik Scatterplot pada Gambar 4 dapat
diketahui bahwa titik-titik yang menunjukkan data tidak membentuk pola
tertentu, di mana titik-titik menyebar di atas dan di bawah titik nol pada
sumbu Y dan X. Sehingga dapat disimpulkan bahwa data tidak terjadi
Rice | JWEM STIE MIKROSKIL
|
65
|
heteroskedastisitas. Selain analisis grafik, uji heteroskedastisitas
juga dapat diketahui lewat analisis statistik, yaitu uji Glejser, sebagaimana
ditunjukkan pada Tabel 5. berikut ini :
Tabel 5. Uji Heteroskedastisitas Setelah
Transformasi Data
Unstandardized
|
|||||
Coefficients
|
Keterangan
|
||||
Model
|
B
|
Std.
Error
|
t
|
Sig.
|
|
1 (Constant)
|
,036
|
,157
|
,232
|
,81
|
|
EP
|
,097
|
,112
|
,866
|
,388
|
Tidak Terjadi Heteroskedastisitas
|
LEV
|
,031
|
,061
|
,504
|
,615
|
Tidak Terjadi Heteroskedastisitas
|
Size
|
,003
|
,010
|
,261
|
,794
|
Tidak
Terjadi Heteroskedastisitas
|
a. Dependent Variable : Abs_Ut
Sumber : Hasil Penelitian (2016)
Berdasarkan hasil pengujian pada Tabel 5 juga
diketahui bahwa nilai signifikansi yang diperoleh untuk semua variabel berada
di atas 0,05, sehingga dapat disimpulkan juga bahwa data yang digunakan dalam
penelitian ini secara statistik tidak terjadi heteroskedastisitas.
Tabel 6. Uji Autokorelasi
Unstandardized Residual
|
|
Test
Valuea
|
,02017
|
Cases < Test Value
|
63
|
Cases >= Test Value
|
64
|
Total Cases
|
127
|
Number of Runs
|
54
|
Z
|
-1,870
|
Asymp. Sig. (2-tailed)
|
,061
|
a. Median
|
Sumber : Hasil Penelitian (2016)
Berdasarkan hasil pengujian pada Tabel 6 untuk uji
Autokorelasi dapat diketahui bahwa nilai Asymp. Sig (2-tailed) yang diperoleh
berada di atas 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa data yang digunakan dalam
penelitian tidak terjadi masalah dalam uji autokorelasi.
Setelah data telah memenuhi syarat uji asumsi
klasik, maka boleh dilanjutkan dengan uji hipotesis. Hasil pengujian untuk
hipotesis secara simultan ditunjukkan pada Tabel 7 berikut ini:
Tabel 7. Hasil Pengujian Hipotesis Secara Simultan
(Uji-F)
Model
|
Sum of Squares
|
df
|
Mean Square
|
F
|
Sig.
|
1Regression
|
,253
|
3
|
,084
|
4,017
|
,009a
|
Residual
|
2,581
|
123
|
,021
|
||
Total
|
2,833
|
126
|
a. Predictors: (Constant), Size, EP, LEV
b. Dependent Variable: EM
Sumber : Hasil Penelitian (2016)
66 JWEM STIE MIKROSKIL | Rice
Berdasarkan hasil penelitian secara simultan
sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 7 dapat diketahui bahwa nilai signifikan
yang diperoleh sebesar 0,009. Nilai signifikan yang lebih kecil dari nilai a dan
nilai F hitung yang diperoleh (4,017) > dari Ftabel (2,68), maka dapat
disimpulkan bahwa earning power, leverage
dan ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap earning management.
Tabel 8. Hasil Pengujian Hipotesis Secara Parsial
(Uji-t)
Unstandardized
|
Standardized
|
||||
Coefficients
|
Coefficients
|
||||
Model
|
B
|
Std. Error
|
Beta
|
t
|
Sig.
|
1(Constant)
|
,544
|
,235
|
2,316
|
,022
|
|
EP
|
-,277
|
,167
|
-,165
|
-1,653
|
,101
|
LEV
|
-,191
|
,091
|
-,215
|
-2,102
|
,038
|
Size
|
-,031
|
,015
|
-,188
|
-2,128
|
,035
|
a. Dependent Variable : Earning
Management
Sumber : Hasil Penelitian (Data Diolah)
Berdasarkan hasil penelitian secara parsial
sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 8 dapat diketahui bahwa :
a.
Pengaruh earning power terhadap tindakan
manajemen laba
Nilai signifikan yang diperoleh untuk earning power sebesar 0,101. Nilai
signifikan yang lebih besar dari nilai a dan nilai t hitung yang
diperoleh (1,653) < dari ttabel (1,978), maka dapat disimpulkan bahwa earning power secara parsial tidak
berpengaruh terhadap tindakan manajemen laba. Earning power tidak berpengaruh terhadap tindakan manajemen laba,
hal ini disebabkan karena kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba di masa
depan cenderung stabil, sehingga perusahaan tidak perlu melakukan penurunan
ataupun peningkatan jumlah laba. Di samping itu, manajer tidak hanya melihat
dari segi jumlah laba yang diperoleh, namun lebih kepada tujuan perusahaan di
masa depan. Di samping itu, hasil penelitian ini mendukung teori yang
menyatakan bahwa hubungan antara pihak manajer sebagai agent dan pihak pemilik perusahaan sebagai principal (Teori Keagenan), di mana pihak manajer tidak selalu
melakukan tindakan-tindakan untuk memaksimumkan kesejahteraan principal dan justru lebih mendahulukan
kepentingannya untuk memaksimumkan utilitasnya. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa apabila sebuah perusahaan tidak mampu menghasilkan laba atau nilai Earning Powernya yang rendah maka
perusahaan tidak selamanya akan melakukan tindakan menajemen laba dengan cara menaikkan laba perusahaan dan
sebaliknya apabila perusahaan mampu menghasilkan laba atau nilai Earning Power mengalami peningkatan,
maka perusahaan akan melakukan tindakan menurunkan laba perusahaan. Hasil
penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan Budi S. Purnoma dan Puji Pratiwi
(2009) yang menyatakan bahwa Earning
Power berpengaruh negatif terhadap praktek Manajemen Laba namun cenderung lemah. Akan tetapi bertentangan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Iman Santoso Chasan Doerjat (2009) yang
menyatakan bahwa Earning Power
berpengaruh positif dan signifikan terhadap praktek manajemen laba.
Rice | JWEM STIE MIKROSKIL
|
67
|
b.
Pengaruh leveage terhadap tindakan manajemen laba
Nilai signifikan yang diperoleh untuk
leverage sebesar 0,038. Nilai
signifikan yang lebih kecil dari nilai a dan nilai t hitung yang
diperoleh (2,102) > dari ttabel (1,978), maka dapat disimpulkan bahwa leverage secara parsial berpengaruh
terhadap tindakan manajemen laba. Hal ini mungkin terjadi karena mayoritas
perusahaan yang termasuk dalam indeks Kompas100 merupakan perusahaan yang
membiayai aktivanya bukan dengan menggunakan utang, sehingga ketika terjadi
kenaikan ataupun penurunan dari tingkat hutang perusahaan hanya akan memberikan
pengaruh yang lemah terhadap keputusan manajemen perusahaan. Demikian
sebaliknya, ketika nilai dari Leverage
mengalami penurunan, maka pihak perusahaan cenderung akan melakukan Earning Management dengan cara menaikkan
laba perusahaan. Hal ini tidak sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa
ketika perusahaan mengalami kenaikan hutang, maka perusahaan akan cenderung
menaikkan laba perusahaan guna memberikan kepercayaan kepada pihak kreditur
akan kemampuan perusahaan untuk melunasi pokok hutang beserta bunganya. Hal ini
mungkin disebabkan karena perusahaan lebih memperhatikan tingkat kestabilan
laba perusahaan. Kestabilan dari laba yang diperoleh perusahaan lebih menjadi
tolak ukur dalam menilai kinerja dari perusahaan, sehingga perusahaan yang
memiliki laba yang stabil akan lebih dapat ditoleransi dibandingkan perusahaan
yang tidak memiliki kestabilan laba dalam hal memberikan kepercayaan kepada
pihak luar perusahaan. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan
oleh Rifni Rahmadhona (2010) serta Welvin I Guna dan Arleen Herawaty (2010)
yang menyatakan bahwa Leverage
berpengaruh terhadap praktek Manajemen Laba. Namun bertentangan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Achmad Zakki Saffudin dan Prasetiono (2012) yang
menyatakan bahwa Leverage tidak berpengaruh
terhadap praktek Manajemen Laba.
c.
Pengaruh
ukuran perusahaan terhadap tindakan manajemen laba
Nilai signifikan yang diperoleh
untuk ukuran perusahaan sebesar 0,035. Nilai signifikan yang lebih kecil dari
nilai a dan nilai t hitung yang diperoleh (2,128) > dari ttabel (1,978),
maka dapat disimpulkan bahwa ukuran perusahaan secara parsial berpengaruh
signifikan negatif terhadap tindakan manajemen laba. Hal ini sejalan dengan
teori yang menyatakan bahwa dengan semakin besarnya suatu perusahaan, maka
informasi yang dipublikasikan kepada pihak masyarakat akan semakin transparan
dan lengkap sehingga dapat meminimalkan terjadinya tindakan kecurangan terhadap
pelaporan laba perusahaan yang mungkin akan dilakukan oleh pihak manajemen. Hal
ini disebabkan karena pihak manajemen harus bertindak lebih hati-hati dalam
mempublikasikan laba perusahaannya. Namun perusahaan dengan ukuran yang kecil
umumnya kurang menjadi perhatian dari pihak publik sehingga cenderung lebih
memberikan peluang kepada pihak perusahaan untuk memanajemen laba yang telah
diperolehnya, sehingga terlihat bahwa perusahaan tersebut merupakan sebuah
perusahaan yang sedang berkembang. Hasil penelitian ini mendukung penelitian
yang dilakukan oleh Restie Nangsaptiti (2010), Achmad Zakki Saffudin dan
Prasetiono (2012) yang menyatakan Ukuran Perusahaan berpengaruh terhadap
praktek Manajemen Laba. Namun tidak mendukung penelitian yang dilakukan oleh
Welvin I Guna dan Arleen Herawaty (2010) serta Okta Rezika Praditia (2010) yang
menyatakan bahwa Ukuran Perusahaan tidak berpengaruh terhadap praktek Manajemen
Laba.
Berdasarkan Tabel 8. Dapat juga dibentuk persamaan regresi untuk
penelitian ini adalah:
EM = 0,544 – 0,277EP – 0,191LEV – 0,031Size + e
artinya :
68 JWEM STIE MIKROSKIL | Rice
a.
Nilai konstant dari EM bernilai
0,544, hal ini berarti bahwa apabila EP, LEV dan Size dianggap konstant (nol),
maka tindakan manajemen laba adalah sebesar 0,544.
b.
Nilai EP sebesar 0,277 bernilai
negatif, yang artinya bahwa apabila EP naik sebesar 1 satuan, maka tindakan
manajemen laba akan turun sebesar 0,277.
c.
Nilai LEV sebesar 0,191 bernilai
negatif, yang artinya bahwa apabila LEV naik sebesar 1 satuan, maka tindakan
manajemen laba akan turun sebesar 0,191.
d.
Nilai Size sebesar 0,031 bernilai
negatif, yang artinya bahwa apabila Size naik sebesar 1 satuan, maka tindakan
manajemen laba akan turun sebesar 0,031.
Tabel 9. Hasil Pengujian Hipotesis Variabel
Moderating
Unstandardized
|
Standardized
|
||||
Coefficients
|
Coefficients
|
||||
Model
|
B
|
Std. Error
|
Beta
|
t
|
Sig.
|
1(Constant)
|
,087
|
,009
|
9,411
|
,000
|
|
EM
|
-,218
|
,054
|
-,340
|
-4,037
|
,000
|
a. Dependent Variable :
Unstandardized Residual
Sumber : Hasil Penelitian (2016)
Berdasarkan hasil penelitian sebagaiman ditampilkan
pada Tabel 9., dapat diketahui bahwa nilai signifikan yang diperoleh dari hasil
penelitian moderating adalah sebesar 0,000. Hal ini berarti bahwa variabel
moderating dalam hal ini adalah kepemilikan institusional merupakan variabel
yang memoderating hubungan antara variabel independen terhadap variabel
dependen. Persamaan regresi yang terbentuk adalah :
InstOwn = 0,087 – 0,218 EM + e
5. Kesimpulan
Berdasarkan
hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :
a.
Earning power, leverage, dan
ukuran perusahaan secara simultan berpengaruh terhadap tindakan manajemen laba.
b.
Secara parsial, hanya leverage dan ukuran perusahaan yang
berpengaruh signifikan negatif terhadap tindakan manajemen laba. Sedangkan
earning power tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.
c.
Kepemilikan institusional dapat
memoderasi hubungan antara variabel independen terhadap variabel dependen dan
dapat memperkuat pengaruh antara earning
power, leverage dan ukuran
perusahaan terhadap tindakan manajemen laba.
Untuk penelitian selanjutnya dapat menambah
variabel lain seperti financial distress
untuk melihat bagaimana tindakan perusahaan dalam memanage jumlah laba yang
diperoleh pada saat terjadi financial
distress. Di samping itu, peneliti selanjutnya dapat menggunakan kualitas
audit untuk dijadikan sebagai variabel moderating dengan tujuan untuk melihat
apakah dengan semakin baiknya kualitas audit mampu memperkuat atau memperlemah
hubungan antara variabel independen terhadap variabel dependen.
Rice | JWEM STIE MIKROSKIL
|
69
|
Referensi
[1]
Subramanyam, K.R. dan John J.
Wild, 2010, Analisis Laporan Keuangan,
Alih Bahasa : Dewi Yanti, Buku 1, Edisi 10, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
[2]
Doerjat I. S. C., 2009, Analisis Earning Power Dampaknya terhadap
Praktik Manajemen Laba (Kasus pada
PT. Unilever Indonesia Tbk), Jurnal Riset Akuntansi, Vol. 1, No. 1, Universitas Komputer Indonesia,
Bandung, 21-38.
[3]
Purnomo, B., S. dan Puji Pratiwi,
2009, Pengaruh Earning Power Terhadap
Praktek Manajemen Laba (Earning
Management) (Suatu Kasus pada perusahaan Go Public Sektor Manufaktur),
Jurnal Media Ekonomi, Vol. 14, No. 1, Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung,
1-13.
[4]
Rahmadhona, R., 2010, Analisis Pengaruh Kepemilikan Institusional,
Jumlah Dewan Direksi, Besaran Bonus,
Leverage, dan Kebijakan Pembayaran Deviden Terhadap Praktek Manajemen Laba
(Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI), Skripsi Akuntansi, Fakultas Ekonomi
Universitas Andalas, Padang.
[5]
Guna, W., I dan Arleen Herawaty,
2010, Pengaruh Mekanisme Good Corporate
Governance, Independensi Auditor,
Kualitas Audit dan Faktor Lainnya terhadap Manajemen Laba, Jurnal Bisnis
dan Akuntansi, Vol 12, No. 1, April 2010, STIE Trisakti, Jakarta, 53-68.
[6]
Saffudin, A., Z. dan Prasetiono,
2012, Corporate Governance terhadap
Praktek Manajemen Laba dan
Konsekuensi terhadap Kinerja Keuangan, Jurnal Bisnis dan Ekonomi, Vol. 10, No. 2, Universitas
Diponegoro, Semarang, 91-104.
[7]
Praditia, O., R., 2010, Analisis Pengaruh Mekanisme Corporate
Governance terhadap Manajemen Laba
dan Nilai Perusahaan pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) pada tahun 2005-2008, Skripsi Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro, Semarang.
[8]
Nangsaptiti, R., 2010, Analisis Pengaruh Ukuran Perusahaan dan
Mekanisme Corporate Governance
terhadap Manajemen Laba (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia 2006-2008), Skripsi, Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro, Semarang.
[9]
Hery, 2012, Analisis
Laporan Keuangan, Penerbit PT. Bumi Aksara, Jakarta.
[10]
Hery, 2013, Rahasia Pembagian Deviden & Tata Kelola Perusahaan, Penerbit
Gava Media, Yogyakarta.
[11]
Sumarsom, T., 2013, Sistem Pengendalian Manajemen Konsep,
Aplikasi Dan Pengukuran, Penerbit
Indeks, Jakarta.
[12]
Darsono dan Ashari, 2005, Pedoman Praktis Memahami Laporan Keuangan,
Penerbit ANDI, Yogyakarta.
[13]
Agoes, S. dan I Cenik Ardana,
2009, Etika Bisnis dan Profesi Tantangan
Mambangun Manusia Seutuhnya,
Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
[14]
Sulistiawan, D., Yeni Januarsi
dan Liza Alvia, 2011, Creative
Accounting: Mengungkapkan Manajemen
Laba dan Skandal Akuntansi, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
70 JWEM STIE MIKROSKIL | Rice
[15]
Ghozali, I., 2006, Aplikasi Analisis Multivariate dengan
Program SPSS, Cetakan IV, Penerbit Badan Peneliti Universitas Diponegoro,
Semarang.
Rice | JWEM STIE MIKROSKIL
|
71
|
72 JWEM STIE MIKROSKIL | Rice
SUMBER :
https://www.mikroskil.ac.id/ejurnal/index.php/jwem/article/download/264/180