Pengertian
Dualisme
Dualisme adalah ajaran atau faham yang memandang alam
ini terdiri atas dua macam hakekat yaitu hakekat materi dan hakekat rohani.
Kedua macam hakekat itu masing-masing bebas berdiri sendiri, sama azazi dan
abadi. Perhubungan antara keduanya itu menciptakan kehidupan dalam alam. Contoh
yang paling jelas tentang adanya kerja sama kedua hakekat ini adalah terdapat
dalam diri manusia. Jadi,
dualisme adalah perbedaan antara bangsa kaya dan miskin. Perbedaan antara berbagai
golongan masyarakat yang semakin meningkat.
Dualisme merupakan suatu konsep yang
sering dibicarakan dalam ekonomi pembangunan, terutama kalau kita membicarakan
kondisi sosial-ekonomi di NSB. Konsep ini menunjukan adanya perbedaan antara
bangsa-bangsa kaya dan miskin, dan perbedaan antara berbagai golongan
masyarakat yang semakin meningkat.
Konsep Dualisme
Pada
dasarnya, konsep dualisme mempunyai empat karakteristik pokok yaitu:
1. Dua keadaan yang berbeda dimana satu keadaan bersifat
superior (di atas rata-rata, lebih baik) dan keadaan lainnya bersifat inferior
(rendah mutunya, kurang cerdas) yang hidup berdampingan pada ruang dan waktu
yang sama.
2. Kenyataan hidup berdampingan dua keadaan hidup yang
berbeda tersebut bersifat kronis dan bukan transisional.
3. Derajat superioritas atau inferioritas itu tidak
menunjukan kecenderungan yang menurun, bahkan terus meningkat.
4. Keterkaitan antara unsur superior dan unsur inferior
tersebut menunjukan bahwa keberadaan unsur superior tersebut hanya berpengaruh
kecil sekali atau bahkan tidak berpengaruh sama sekali dalam mengangkat derajat
unsur inferior.
Macam - Macam Dualisme
1.
Dualisme
Sosial
Suatu pertentangan sistem sosial yang diimpor dengan
sistem sosial pribumi yang memiliki corak berbeda. Dualisme ini merupakan temuan
dari seorang ekonom Belanda. J. H. Booke, tentang sebab-sebab kegagalan dari
kebijakan (ekonomi) kolonial Belanda di Indonesia pada jaman penjajahan.
Prinsip pokok tesis Booke adalah pembedaan antara tujuan kegiatan ekonomi di
Barat dan Timur secara mendasar. Ia mengatakan bahwa kegiatan ekonomi di Barat
lebih didasarkan pada rangsangan kebutuhan ekonomi, sedangkan di Indonesia
lebih disebabkan oleh kebutuhan-kebutuhan sosial. Secara tajam ia mengkritik
usaha-usaha dalam menjelaskan proses pengalokasian sumberdaya atau distribusi
pendapatan dengan cara menggunakan teori produktivitas marjinal dari kaum Neo
Klasik, terutama sekali karena adanya immobilitas sumberdaya dalam masyarakat
Timur.
Berbicara mengenai konsep
dualismenya sendiri, Booke mengawali penjelasannya dengan mengatakan bahwa
perspektif ekonomi, masyarakat memiliki tiga ciri, yaitu adanya semangat
sosial, bentuk organisasi, dan tekhnologi yang mendominasinya. Saling
ketergantungan dan saling keterkaitan antara ketiga crri tersebut disebut sistem
social atau gaya sosial.
Secara khusus, Mackie (1981) dengan
tegas mengatakan bahwa teori dualisme (Booke) tidak banyak membantu, bahkan
cenderung menghambat usaha mempelajari perekonomian di Indonesia. Namun
demikian, dia juga heran mengapa teori yang dianggap “salah” oleh banyak
sarjana ekonomi itu terus-menerus dibicarakan dalam hubungannya dengan
perekonomian Indonesia.
Sementara itu, para sosiolog dan
antropolog menyatakan bahwa kalau memang dalam suatu masyarakat terdapat
dualisme, maka sifat tersebut tidak akan hilang begitu saja dengan adanya
proses pembangunan ekonomi. Itulah sebabnya, Clifford Geertz (1963) mengenalkan
konsep dualisme yang lain yaitu dualisme ekologis.
2.
Dualisme
Ekologis
Suatu perbedaan dalam sistem
ekologis yang menggambarkan pola-pola sosial ekonomi yang menyatu dalam
keseimbangan internal. Pada tahun 1963, Cliffrord Greetz mengenalkan konsep
tersebut. Menurut Greetz, dualisme ditandai oleh perbedaan-perbedaan dalam
sistem ekologis. Setiap sistem ekologis tersebut menggambarkan pola-pola sosial
dan ekonomi tertentu yang menyatu di dalamnya dan membentuk suatu keseimbangan
internal. Greetz menggambarkan adanya stabilitas dualisme tersebut
menunjukan bahwa dualisme prakolonial di Indonesia semakin menguat dengan adanya
intervensi colonial, bukannya semakin menurun atau berkurang.
Greetz menjelaskan konsepnya tentang
dualisme ekologis ini dengan menggunakan kasus Indonesia. Ia menjelaskan
tentang adanya perbedaan antara “Indonesia Dalam” dan “Indonesia luar”. “
Indonesia Dalam , dalam hal ini diinterpretasikan oleh jawa, merupakan sistem
ekologis padat karya yang dintandai oleh pertanian padi, tebu, dan tanaman
lainnya yang membutuhkan kondisi iklim tropis dan semi tropis dan membutuhkan
banyak air. Sementara “Indonesia luar” ditandai oleh pertanian yang padat tanah
dan padat modal, produk padat karya, seperti produk tambang, karet, dan kelapa
sawit.
3.
Dualisme
Teknologi
Benjamis Higgins (1956)
mempertanyakan kesahihan dari observasi empiris Boeke dan menunujukan contoh
yang lebih khusus mengenai kegunaan kerangka analisis ekonomi barat dalam
menghadapi apa yang dikemukakan Boeke. Higgins- yang secara eksplisit menolak
dualisme sosialnya Boeke – berargumen bahwa asal mula dualisme adalah adanya
perbedaan teknologi antara sektor modern dan sektor tradisonal.
Menurut Higgins, sektor modern
terpusat pada produksi komuditas primer dalam pertambangan dan perkebunan.
Sektor modern itu mengimpor teknologinya dari luar negri. Teknologi impor yang
digunakan dalam sektor modern tersebut bersifat hemat tenaga kerja (Labour
saving) di mana secara relatif modal yang digunakan keadaan ini berbalikan
dengan keadaan pada sektor tradisonal yang ditandai oleh besarnya kemungkinaan
untuk mengganti modal dengan tenaga kerja serta penggunaan metode produksi yang
padat tenaga kerja (Labour intensive). Perkambangan sektor modern
terutama sekali sebagai respon terhadap pasar luar negeri dan pertumbuhannya
hanya mempunyai dampak yang kecil terhadap perkonomian lokal. Sedangkan
perkambangan sektor tradisional sangat terbatas karena kurangnya tabungan
(pembentukan modal).
Dengan kata lain, dualisme teknologi
adalah suatu keadaan di mana dalam suatu kegiatan ekonomi tertentu digunakan
teknik produksi dan organisasi produksi yang modern yang sangat bebeda dengan
kegiatan ekonomi lainnya dapat akhirnya akan mengakibatkan timbulnya perbedaan
tingkat produktivitas yang sangat besar.
4.
Dualisme
Finansial
Hla Myint (1967) meneruskan studi
Higgins tentang peranan pasar modal dalam proses dualisme. Myint membuat analisis
mengenai pasar uang yang terdapat di NSB dapat menunjukan adanya Dualisme
Finansial. Pengertian Dualisme Finansial ini menunjukan bahwa pasar uang di NSB
dapat dipisahkan ke dalam dua kelompok, yaitu:
a. Pasar uang yang terkelola
dangan baik (organized money market), Pasar uang ini meliputi bank-bank komersil dan badan-badan
keuangan lainnya. Hal ini terutama terdapat di kota-kota besar dan pusat-pusat
perdagangan.
b. Pasar uang yang tidak terkelola
(unorganized
money market). Unorganized
money market adalah bentuk pasar uang yang bukan berbentuk institusional, terdiri dari tuan-tuan tanah, pedagang-pedagang
perantara. Biasanya pasar uang jenis ini lebih menonjol
untuk daerah pedesaan yang terkenal dengan rentenir dan
sistem ijon. Adanya kebutuhan yang mendesa akan uang
mengakibatkan cara tersebut yang mudah dijangkau oleh masyarakat di pedesaan.
5.
Dualisme
Regional
Dualisme Regional ini banyak
dibicarakan para ahli sejak tahun 1960-an. Pengertian Dualisme ini adalah
ketidakeseimbangan tingkat pembangunan antar berbagai daerah dalam suatu
negara. Ketidakeseimbangan ini sebenarnya terdapat juga di negara-negara maju,
namun keadaan tidaklah separah seperti yang terjadi di NSB. Selain itu, di
negara- negara maju ketidakeseimbangan ini cenderung betambah kecil.
Dualisme Regional ini dapat
mengakibatkan bertambah lebarnya kesejangan (gap) tingkat kesejahteraan antar
berbagi daerah. Selain itu rualisme Regional yang semakin buruk juga dapat
menimbulkan masalah-masalah sosial-politik yang dapat menghambat usaha untuk
mempercepat lajunya pertumbahan ekonomi di NSB. Di indonesia, kesejangan
regional ini bahkan menimbulkan isu tentang saparatisme di republik ini. Pada
dasarnya, dualisme regional yang terjadi di NSB dapat di bedakan menjadi dua
jenis, yaitu:
a. Dualisme antara daerah perkotaan dan perdesaan.
b. Dualisme antar pusat negara, pusat industri dan
perdagangan daerah-daerah lain dalam Negara tersebut.
Kedua jenis Dualisme tersebut timbul
terutama sekali sebagai akibat dari adanya investasi yang tidak seimbang antara daerah industri
(perkotaan) dengan daerah pertaniaan (perdesaan). Ketidakseimbangan tersebut
pada akhirnya memicu timbulnya kesenjangan antara pusat negara dengan
daerah-daerah lainnya, atau antara daerah perkotaan dengan daerah perdesaan.
Berikut ini di bahas kondisi dualisme regional di indonesia yakni antara
Jawa dan luar Jawa serta Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur
Indonesia (KTI). Berbagai kondisi ketertinggalan KTI dibandingkan KBI dapat
dilihat dari dua jenis ketimpangan yaitu :
a. Ketimpangan Ekonomi, Selama ini pendapatan parkapita KTI selalu berada di
awah rata-rata pendapatan per kapita nasional.
b. Ketimpangan Infrastruktur, Ketersediaan prasarana dan sarana fisik yang kurang
memadai.
Adanya dua jenis ketimpangan
tersebut, menimbulkan dampak pada penyebaran populasi penduduk, dan mengakibatkan perbedaan kinerja pembangunan wilayah
antara KBI dan KTI, sebuah studi
mengenai daya siang daerah (Regional competitiveness) dari Pusat Pendidikan dan Studi
Kebanksentralan, Bank Indonesia (2002) telah mengukur kinerja 26 privinsi di
Indonesia, dengan menggunakan 9
indikator daya saing daerah, yaitu:
1.
Perkonomian Daerah
2.
Keterbukaan
3.
Sistem Keuangan
4.
Infrastruktur dan SDA
5.
IPTEK
6.
SDM
7.
Kelembagaan
8.
Governance dan Kebijakan
Pemerintah
9.
Manajemen dan Ekonomi Mikro.
Dapat disimpulkan, bahwa dimensi
ruang (spasial) dalam pendekatan pembangunan sebenarnya tidak hanya memandang
daerah sebagai bagian dari ruang sub-nasional, namun juga bagaimana daerah
dapat berinteraksi satu sama lain (interregional linkage) yang pada akhirnya
mampu menciptakan sebuah sinergi.
Sumber :
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/ekonomi_pembangunan/bab_9_masal ah_dualisme.pdf
http://mosokita.blogspot.co.id/2014/12/masalah-dualisme-pembangunan- nasional.html
http://yuudi.blogspot.co.id/2012/10/dualisme-pembangunan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar